Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan sebanyak tujuh perusahaan secara sah bersalah karena melakukan pembatasan peredaran minyak goreng kemasan.
Putusan tersebut dibacakan oleh Dinni Melanie sebagai Ketua Majelis Komisi dan Dr. Guntur Syahputra Saragih serta Ukay Karyadi masing-masing sebagai Anggota Majelis Komisi, dalam sidang di Kantor Pusat KPPU Jakarta, Jumat (26/5/2023).
Tujuh perusahaan tersebut sebelumnya dilaporkan diduga melanggar Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dalam keterangan yang diterima suarasurabaya.net, pelanggaran tersebut terjadi pada periode bulan Oktober 2021 sampai dengan bulan Desember 2021. Kemudian periode bulan Maret 2022 sampai dengan bulan Mei 2022.
KPPU menjatuhkan besaran sanksi denda yang beragam kepada tujuh terlapor tersebut, dengan total denda mencapai Rp71.250.000.000.
“Majelis Komisi juga menemukan bahwa para Terlapor tidak patuh kepada kebijakan pemerintah terkait dengan harga eceran tertinggi (HET), yakni dengan melakukan penurunan volume produksi dan/atau volume penjualan selama periode pelanggaran,” kata Dinni Melanie.
Tindakan tersebut dilakukan secara sengaja untuk mempengaruhi kebijakan HET. Faktanya, pada saat kebijakan HET dicabut, serta merta pasokan minyak goreng kemasan kembali tersedia di pasar dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelum terbitnya kebijakan HET.
Ketidakpatuhan ini menimbulkan kelangkaan minyak goreng yang berakibat pada penurunan kesejahteraan (deadweight loss) masyarakat.
“Perilaku penurunan volume produksi dan/atau volume penjualan pada periode pelanggaran meskipun bahan baku tersedia ini, merupakan perilaku pelaku usaha yang tidak jujur dan menghambat persaingan usaha dalam melakukan kegiatan produksi dan/atau pemasaran minyak goreng kemasan,” ucap Majelis Komisi.
Berdasarkan hasil persidangan, sanksi untuk ketujuh perusahaan tersebut adalah:
- PT Asianagro Agungjaya dihukum membayar denda sejumlah Rp 1 miliar
- PT Batara Elok Semesta Terpadu membayar denda Rp 15,24 miliar
- PT Incasi Raya membayar denda Rp 1 miliar
- PT Salim Ivomas Pratama, Tbk membayar denda Rp 40,88 miliar
- PT Budi Nabati Perkasa membayar denda Rp 1,76 miliar
- PT Multimas Nabati Asahan membayar denda Rp 8,01 miliar
- PT Sinar Alam Permai membayar denda Rp 3,36 miliar
Majelis komisi juga memerintahkan tujuh perusahaan terlapor untuk melakukan pembayaran denda paling lama 30 hari sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap (inkracht). Serta, melaporkan dan menyerahkan salinan bukti pembayaran denda tersebut ke KPPU.
Terlapor juga diperintahkan untuk membayar denda keterlambatan sebesar dua persen per bulan dari nilai denda, jika terlambat melakukan pembayaran denda. Jika mengajukan keberatan, maka ketujuh Terlapor harus menyerahkan jaminan bank sebesar 20% (dua puluh persen) dari nilai denda ke KPPU paling lama 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan Putusan.
Ratmawan Ari Kusnandar Kepala Bidang Penegakan Hukum Kanwil IV KPPU, menyatakan bahwa terlapor atau pelaku usaha dihimbau untuk korporatif melaksanakan putusan. Apabila keberatan maka sesuai dengan UU Cipta Kerja dan PP Nomor 44 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dapat melakukan upaya hukum yaitu keberatan ke Pengadilan Niaga di Domisili Terlapor.
“Terlapor dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Niaga sesuai domisilinya maksimal 14 hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan KPPU,” jelas Ratmawan. (bil/ipg)