Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa empat saksi untuk menelusuri dugaan jual beli aset milik salah satu tersangka dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Priyo Andi Gularso (PAG).
“Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya. Antara lain mengenai dugaan adanya transaksi jual beli aset bernilai ekonomis dari tersangka PAG,” ujar Ali Fikri Kepala Bagian Pemberitaan KPK dilansir Antara pada Rabu (12/7/2023).
Meski demikian Ali tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai aset apa yang sedang ditelusuri KPK. Para saksi tersebut adalah empat pihak swasta, yakni T. Nandang Tri Tjahjo, Pramoko, Ali Mashyahdi, dan Haryanto.
Ali mengungkapkan, untuk memfasilitasi pemeriksaan para saksi, penyidik lembaga antirasuah memeriksa keempat saksi di Mapolres Banyumas, Jawa Tengah (Jatim).
KPK menahan 10 tersangka kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) tahun anggaran 2020 hingga 2022 di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Para tersangka ialah Priyo Andi Gularso (PAG), Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar/Subbagian Perbendaharaan, Novian Hari Subagio (NHS), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Lernhard Febian Sirait (LFS), staf PPK.
Selanjutnya, Christa Handayani Pangaribowo (CHP) Bendahara Pengeluaran, Haryat Prasetyo (HP) Operator SPM Beni Arianto (BA), Hendi (H) Penguji Tagihan, Rokhmat Annashikhah (RA) Petugas Pengelolaan Administrasi Belanja Pegawai (PPABP), Maria Febri Valentine (MFV) Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi, dan Abdullah (A) Bendahara Pengeluaran .
Kasus tersebut berawal ketika Kementerian ESDM merealisasikan pembayaran belanja pegawai berupa tunjangan kinerja (tukin) dengan total sebesar Rp221.924.938.176 selama 2020 hingga 2022.
Selama periode tersebut, para pejabat perbendaharaan serta pegawai lainnya di lingkup Bagian Keuangan Direktorat Jenderal Mineral Kementerian ESDM, yakni tersangka LFS dan kawan-kawan yang berjumlah sepuluh orang diduga telah memanipulasi dan menerima pembayaran tunjangan kinerja yang tidak sesuai ketentuan.
Proses pengajuan anggarannya diduga tidak disertai dengan data dan dokumen pendukung, serta melakukan sejumlah manipulasi, seperti pengondisian daftar rekapitulasi pembayaran dan daftar nominatif.
Tersangka PAG juga meminta LFS agar “dana diolah untuk kita-kita dan aman”, kemudian “menyisipkan” nominal tertentu kepada 10 orang secara acak dan pembayaran ganda atau lebih kepada 10 orang yang telah ditentukan.
Akibat manipulasi tersebut, jumlah tunjangan kinerja yang seharusnya dibayarkan naik dari Rp1.399.928.153 menjadi Rp29.003.205.373.
Selisih pembayaran sebesar Rp27.603.277.720 tersebut diduga diterima dan dinikmati para tersangka dan digunakan untuk pemeriksa BPK RI dengan jumlah sekitar Rp1,035 miliar, dana taktis untuk operasional kegiatan kantor, keperluan pribadi seperti kerja sama umrah, sumbangan nikah, THR, pengobatan, serta pembelian aset berupa tanah, rumah, “indoor volley”, mes atlet, kendaraan, serta logam mulia.
Akibat penyimpangan tersebut, negara mengalami kerugian sekitar Rp27,6 miliar.
KPK kemudian melakukan pemulihan aset dan hingga saat ini telah menerima pengembalian uang sebesar Rp5,7 miliar serta logam mulia seberat 45 gram dari para tersangka.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ant/dvn/saf/rst)