Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Tatang Kirana Ketua DPRD Kabupaten Pemalang sebagai saksi kasus dugaan suap lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.
“Tatang Kirana Ketua DPRD Pemalang hadir sebagai saksi dan didalami pengetahuannya terkait dengan proses seleksi pengisian jabatan Sekwan di DPRD Pemalang,” kata Ali Fikri Kepala Bagian Pemberitaan KPK saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Dalam laporan Antara, Ali menerangkan Tatang diperiksa penyidik lembaga antirasuah, Selasa (8/8/2023), di Mapolres Pemalang, Jawa Tengah.
Tatang dimintai keterangan oleh penyidik sebagai saksi untuk tersangka Sodik Ismanto (SI) mantan Sekretaris DPRD Kabupaten Pemalang.
Pada hari yang sama, penyidik KPK juga memeriksa Noor Ali Sadikin Kepala UPT Kebersihan Kabupaten Pemalang dan sejumlah aparatur sipil negara di lingkungan pemerintah setempat terkait perkara yang sama.
“Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain keikutsertaan dalam seleksi jabatan di lingkup Pemerintah Kabupaten Pemalang dan dugaan adanya tawaran untuk menyerahkan sejumlah uang agar dapat di nyatakan lulus,” ujarnya.
Untuk diketahui, rangkaian kasus tersebut berawal saat Mukti Agung Wibowo mantan Bupati Pemalang periode 2021-2026 akan melakukan perubahan komposisi dan rotasi pada beberapa level jabatan di pemerintahan Kabupaten Pemalang.
Selanjutnya, Mukti memercayakan Adi Jumal Widodo Komisaris PD Aneka Usaha untuk mengurus pengaturan proyek termasuk mengatur rotasi, mutasi, dan promosi para ASN di Pemkab Pemalang.
Mukti kemudian memerintahkan Badan Kepegawaian Daerah Pemkab Pemalang membuka seleksi terbuka untuk posisi jabatan eselon IV, eselon III dan eselon II.
Ada beberapa jabatan yang dikondisikan bagi para ASN yang berkeinginan untuk menduduki jabatan eselon IV, eselon III dan eselon II dengan kisaran tarif bervariasi mulai Rp15 juta sampai Rp100 juta.
Tersangka Sodik Ismanto kemudian memberikan Rp100 juta untuk mengikuti seleksi posisi jabatan eselon II, sebagaimana tawaran dari Adi Jumal Widodo agar dapat dinyatakan lulus.
Penyerahan uang dilakukan secara tunai di kantor Adi Jumal Widodo dan selalu diinformasikan pada Mukti Agung Wibowo.
Beberapa waktu setelah dilakukan penyerahan uang tersebut, SI kemudian dinyatakan lulus seleksi dan menduduki jabatan eselon II.
Uang tersebut kemudian diistilahkan sebagai “uang syukuran” dan selanjutnya digunakan Adi Jumal Widodo membiayai berbagai kebutuhan Mukti Agung Wibowo.
Atas perbuatannya tersangka, SI dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ant/bil/ham)