Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus berupaya memulihkan ekosistem tumbuh dan satwa yang rusak akibat insiden kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Jatim.
Satyawan Pudyatmoko Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) mengatakan, kegiatan pemulihan ekosistem dapat dilakukan melalui mekanisme alam, rehabilitasi, atau restorasi.
“Bentuk pemulihan ditentukan dengan hasil kajian terhadap beberapa komponen, di antaranya kondisi awal hutan, status keanekaragaman hayati, struktur vegetasi, kondisi klimatologi, ketersediaan pohon induk, wilayah jelajah satwa liar serta potensi gangguan terhadap hutan,” ujarnya di Jakarta, Kamis (14/9/2023) dikutip Antara.
Satyawan mengungkapkan, area yang terbakar di kawasan TNBTS didominasi oleh ekosistem savana, dengan berbagai jenis rerumputan dan terdapat pohon yang tersebar tidak merata.
KLHK melakukan pemulihan melalui mekanisme alam dengan meningkatkan kegiatan patroli pengamanan kawasan serta pemantauan titik api.
Adapun untuk wilayah-wilayah tertentu dengan dominasi pohon dilakukan rehabilitasi berupa penanaman pohon dengan jenis asli TNBTS, yaitu cemara, kesek, dan putihan.
“Rancangan kegiatan pemulihan ekosistem segera dimulai, sehingga pelaksanaan kegiatan pemulihan ekosistem di lapangan bisa segera dilakukan,” kata Satyawan.
Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan suatu ekosistem tergantung pada bentuk ekosistem awal.
Semakin tinggi indeks keanekaragaman hayati, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan ekosistem. Ini dikarenakan jumlah indeks keanekaragaman hayati yang tinggi dengan sistem interaksi antar jenis, Selain itu, antara jenis dengan lingkungan non hayatinya yang lebih kompleks.
Satyawan menjelaskan, apabila membandingkan ekosistem savana dengan ekosistem hutan yang rapat, maka kemungkinan ekosistem savana membutuhkan waktu yang relatif lebih cepat dalam pemulihan.
“Kegiatan pemulihan ekosistem dengan cara mekanisme alam dan rehabilitasi dapat mempercepat pemulihan ekosistem di areal yang terbakar di wilayah TNBTS,” papar Satyawan.
Untuk diketahui, pada 6 September 2023, kebakaran hutan dan lahan terjadi di Blok Savana Lembah Watangan atau Bukit Teletubbies di wilayah TNBTS akibat percikan api suar saat sesi foto pra-nikah.
Meski sudah memasuki hari kesembilan, namun api masih menyala membakar hutan dan lahan TNBTS karena cuaca panas dan angin kencang.
Jefry Susyafrianto Direktur Pengelolaan Kawasan Konservasi mengatakan tim lapangan masih berusaha menurunkan jumlah dan besaran api. Bahkan, beberapa tahapan pendinginan juga memerlukan waktu.
“Seperti kemarin setelah padam dan dalam proses pendinginan, kemudian angin bertiup kencang dan bara yang masih ada dari semak-semak menyala kembali menjadi api,” pungkas Jefry. (ant/bil/faz)