Pemborosan ekonomi akibat kapasitas Jalan Lontar yang tidak stabil menjadi poin penting hasil analisis studi kelayakan ekonomi radial road di Surabaya barat.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh tim dari Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Surabaya (FEB Ubaya), kepadatan di Jalan Lontar mengakibatkan pemborosan sekitar Rp5 miliar per tahun.
Hal ini juga diamini oleh warga maupun pemilik usaha di Jalan Lontar. Frans Antonius, salah satunya. Antonius mengeluhkan usahanya di Jalan Lontar yang berjalan kurang sukses.
“Setelah saya survei, ternyata gara-gara terlalu macet. Jadi orang sekitar pun malas ke tempat usaha saya. Pergi-pulang bisa memakan waktu yang lama,” ujar Antonius ketika mengudara dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Rabu (27/9/2023).
Tak hanya berdampak ke ekonomi, kepadatan tersebut juga berpengaruh ke aktivitas penduduk di Jalan Lontar maupun wilayah sekitar.
Khoirun Nafian warga Lakarsantri ini mengaku harus berpikir dua kali untuk sekadar sowan ke keluarganya di Jalan Lontar. Sebab, saat jam padat, waktu tempuh dari rumahnya di Lakarsantri ke Lontar tembus 45 menit.
“Radial road itu sudah ditunggu lama oleh warga Lontar. Saya berharap radial road harus segera diselesaikan,” pinta Khoirun Nafian.
Idfi Setyaningrum Dosen Prodi Ekonomi Pembangunan Universitas Surabaya (Ubaya) menjelaskan, berdasarkan survei yang timnya lakukan, kemacetan di Jalan Lontar menyebabkan kerugian waktu sekaligus biaya.
Pada hari kerja, volume kencaraan mencapai 88 persen. Sehingga arus lalu lintas di Jalan Lontar tidak stabil dan laju kendaraan rendah. Sedangkan volume kendaraan pekan volume mencapai 153 persen, sehingga arus lalu lintas terhambat hingga berhenti.
Hasil riset Ubaya pada Agustus 2023, biaya operasional mobil yang terjebak macet di Jalan Lontar mencapai Rp12.937 per kilometer. Sedangkan ambang batas atas tarif taksi online di Jatim Rp6.500 per kilometer.
“Mengakibatkan pemborosan sekitar Rp14 juta dalam satu jam. Kalau dalam satu tahun bisa mencapai kurang lebih Rp5 miliar,” ucap Idfi dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Rabu pagi.
Idfi menjelaskan bahwa biaya pemborosan yang dimaksud tidak hanya mencakup bahan bakar saja. Tapi keseluruhan biaya operasional seperti oli, suku cadang, hingga biaya perawatan.
Oleh sebab itu, radial road di kawasan barat Surabaya merupakan solusi untuk memecah kepadatan di Jalan Lontar. Sekaligus, untuk memacu pertumbuhan ekonomi baru di sana.
“Radial road akan menjadi kawasan ekonomi baru. Begitu ada akses jalan, pasti muncul banyak unit kegiatan ekonomi di sana, ada perputaran transaksi ekonomi di sana,” katanya.
Berdasarkan estimasi yang dihitung oleh peneliti dari Ubaya, realisasi investiasi di radial road sekitar 220 unit usaha, dengan nilai investasi per unit sekitar Rp5 miliar.
“Kalau dihitung, total investasi Rp1,1 triliun. Jadi, radial road akan memberikan nilai tambah Rp55 miliar,” jelas Idfi.
Peneliti dari Ubaya juga mewawancarai masyarakat di Jalan Lontar tentang kepadatan di sana serta terkait radial road. Hasilnya, sekitar 70 persen masyarakat setuju dengan pembangunan radial road.
“Namun pembanguan itu pasti memunculkan efek seperti polusi dan debu. Harapannya bisa antisipasi. Kalau lalu lintas ditutup, harus ada antisipasi. Jangan ketika ada pembanguanan malah menjadi macet, hal ini yang harus dikhawatirkan masyarakat,” jabarnya.
Terakhir, Idfi berharap Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menyelesaikan kepadatan di Jalan Lontar. Idfi juga menegaskan bahwa radial road merupakan solusi strategis untuk membereskan hal ini.
“Selain memindahkan beban di Jalan Lontar, memecah kemacetan, harapannya menjadi salah satu kontributor signifikan tidak cuma di Jalan Lontar, tapi Surabaya pada umumnya,” harapq Idfi. (saf/ham)