Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyatakan, berkomitmen untuk melindungi kelompok-kelompok rentan dari penyalahgunaan teknologi kecerdasan buatan seperti deep fake yang semakin marak digunakan untuk membuat informasi sesat.
Dilansir dari Antara, komitmen Kemenkominfo itu dipertegas menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2024 sebagai langkah antisipasi dari penyebaran disinformasi yang memang biasa terjadi menjelang pesta demokrasi lima tahunan itu. Kementerian menyasar kelompok rentan seperti perempuan, masyarakat yang tinggal di area rural, kelompok disabilitas, lansia, dan anak-anak.
“Dampak disinformasi bisa sangat luas, mulai dari potensi polarisasi politik, penurunan kepercayaan terhadap jurnalisme hingga proses demokrasi sendiri,” ucap Nezar Patria Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) di Jakarta, Jumat (17/11/2023).
Dia mengungkapkan, berdasarkan pada data, banyak masyarakat yang merasa khawatir terhadap bahaya disinformasi dalam setiap perhelatan pemilu di masing-masing negara.
Nezar mengambil data dari survei yang dilakukan oleh UNESCO dan IPSOS pada 2023, mengungkap 80 persen masyarakat yang akan menghadapi pemilu percaya bahwa disinformasi berdampak pada politik di negara masing-masing. Akibat dampak disinformasi, masyarakat memiliki kekhawatiran terhadap dampak dari disinformasi terkait.
Di samping itu, kondisi penyalahgunaan teknologi AI dalam penyebaran disinformasi yang meningkat setiap tahun dapat memperparah dampak buruk disinformasi kepada tatanan masyarakat.
Data dari Home Security Heroes, yang dikutip Kemenkominfo, menunjukkan bahwa pada 2023 terdapat setidaknya 95.820 video deep fake yang tersebar secara global. Jumlah tersebut naik sebesar 550 persen dalam empat tahun terakhir, tepatnya sejak 2019.
Berkaca dari data-data tersebut, maka Kementerian Kominfo mempertegas komitmennya untuk dapat melindungi kelompok rentan dari disinformasi yang kerap memberikan kerugian bagi masyarakat.
Adapun langkah yang diambil oleh Kemenkominfo untuk mewujudkan hal tersebut ialah dengan menggunakan pendekatan inklusif mengenalkan teknologi digital dan cara pemanfaatannya yang tepat kepada kelompok rentan.
“Pendekatan yang inklusif mampu menghadirkan teknologi digital yang dapat diakses dan diadopsi semua orang, dan mendukung penggunaan internet serta layanan digital yang bermakna dan aman,” ujar Nezar.(ant/ath/ipg)