Restuardy Daud Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyebut, penurunan stunting harus dilaksanakan secara holistik dan integratif melalui koordinasi dan sinergi antar berbagai pihak.
“Dalam percepatan penurunan stunting dibutuhkan kerja sama multi sektor di pusat, daerah, dan desa, salah satunya dengan melibatkan sektor swasta sebagaimana yang telah di diskusikan bersama,” ucapnya saat berada di Surabaya, Rabu (12/7/2023).
Hal tersebut, kata dia, sesuai dengan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021, agar dilakukan dengan sinkronisasi antarkementerian/lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah desa, dan pemangku kepentingan.
Selain itu, dia juga menekankan perlunya pendekatan pentahelix dengan menyediakan platform kerja sama antara pemerintah dan unsur pemangku kepentingan. Contohnya seperti dunia usaha, perguruan tinggi, hingga masyarakat, dengan prinsip kemitraan.
Restuardy berharap pemerintah daerah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, lebih memahami pentingnya sinergitas multi sektor.
Menurutnya, hal itu bisa memperkuat komitmen pemerintah daerah dalam pelaksanaan program atau kegiatan percepatan penurunan stunting dengan keterlibatan sektor swasta.
“Kami juga berharap dukungan sektor swasta dapat meluas di seluruh wilayah Indonesia dalam mendukung penurunan prevalensi stunting 14 persen (di) tahun 2024,” katanya.
Sementara itu, Tavip Agus Rayanto Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan sepakat memperkuat pembangunan integrasi, baik secara vertikal maupun horizontal untuk menurunkan kasus stunting
“Oleh karena itu, sekarang ini yang kami dorong sinergitas, khusus yang 2023, sinergitas dalam konteks pelaksanaan maupun implementasinya,” ungkapnya.
Dengan upaya lintas sektor tersebut, dia optimistis penurunan stunting bisa mencapai target di angka 14 persen.
“Karena penurunan menjadi 21,6 kemarin itu sebetulnya angka yang didata tahun 2022, yang waktu itu masih pascapandemi, kemudian perpresnya juga baru selesai di bulan Agustus tahun 2021, suprastruktur organisasi kelembagaan juga baru terbentuk, artinya belum berjalan optimal,” tandasnya. (ris/bil/rid)