Kampung Kue di Rungkut Lor Surabaya jadi wadah untuk warga setempat mengembangkan UMKM, dengan memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi.
Chairul Mahpuduah pendiri Kampung Kue mengatakan, karena hal tersebut saat ini cara berjualan warga Kampung Kue sudah mengalami perubahan pola.
“Kalau dulu itu mereka hanya bikin kue terus dititipkan ke toko-toko, tapi sekarang mereka sudah menjual kue dengan cara men-display dagangan mereka di depan rumah. Kemudian, dibantu dengan perkembangan teknologi, mereka juga menjual dagangan dengan cara menggunggah di media sosial,” jelas Irul sapaan akrabnya kepada suarasurabaya.net, Rabu (29/3/2023).
Tercatat hingga saat ini sudah ada sekitar 15 penjual dan 68 produsen yang memproduksi berbagai jenis kue. Namun Irul menambahkan, ketika Bulan Ramadan seperti saat ini, animo pembeli kue basah menurun.
“Karena ini Ramadan ya biasa, tapi para penjual mengakalinya dengan menjual jenis jajanan untuk takjil, misalnya gorengan, lauk-pauk, terus es,” katanya.
Menurutnya, sebelum pandemi, perputaran omzet di Kampung Kue per hari bisa mencapai Rp20 juta. Namun ketika dihantam pandemi, omzetnya menurun drastis.
“Bahkan ada pedagang yang sehari itu cuma dapat 50 ribu saja. Tapi Alhamdulillah di pertengahan tahun 2021 itu mulai membaik,” ucapnya
Ia menjelaskan, pandemi Covid-19 lalu banyak memberi pelajaran dan membuat warga bergerak untuk lebih kreatif.
“Yang sebelumnya tidak punya usaha jadi punya usaha, yang sebelumnya penjahit beralih ke usaha makanan,” kata Irul.
Dia mengungkapkan kalau Kampung Kue memiliki sebuah website yang dimanfaatkan sebagai sarana jual beli yakni www.kampungkuesby.com.
“Penjualan juga dilakukan secara online di media sosial seperti Instagram, Facebook Marketplace, dan Website. Namun kendalanya banyak penjual yang lansia tidak mengerti cara mengoperasikan,” tegas Irul.
Meskipun masih ada kendalanya, Irul yakin bahwa Kampung Kue akan semakin maju karena ada dukungan dari berbagai pihak termasuk Pemerintah Kota.
Ia berharap, dengan adanya dukungan Kampung Kue bisa menjadi lebih dikenal oleh masyarakat, tidak hanya Surabaya melainkan juga dari kota bahkan negara lain.
Di lain sisi, Bu Mariyati salah satu penjual di kampung kue mengaku biasa menjual berbagai jenis kue basah. Selain didapatkan dari produsen kue yang menitipkan kuenya, dirinya juga memproduksi sendiribeberapa kue seperti wingko dan apem.
Namun kalau tidak ada pesanan dari orang lain, dia tidak melakukan produksi. Mariyati mengatakan, beberapa orang biasa memesan lewat WhatsApp atau telepon. Bahkan, ada yang datang langsung ke lapaknya.
Pesanan kue biasanya untuk acara hajatan, pernikahan, tahlilan orang meninggal, dan arisan. Mariyati yang mulai berjualan kue sejak 2010 ini mengaku omzetnya selalu meningkat setiap tahun.
“Alhamdulillah bisa menutup pengeluaran buat kebutuhan. Bahkan untuk Ramadan sejauh ini pendapatan Alhamdulillah mencukupi,” katanya
Di lain, ia menambahkan bahwa selama ini tidak ada kue khusus yang menjadi favorit pembeli. “Semua tergantung selera. Selera orang kan beda-beda, jadi semua menjadi favorit,” ucapnya sambil tertawa
Pada Bulan Ramadan ini, jadwal jualannya berubah. Pada hari biasa Sumiyarti berjualan mulai pukul 03.00 WIB sampai pukul 10.00 WIB.
“Kalau hari libur ya gak ada hari libur. Setiap hari jualan. Kalau Ramadan nanti biasanya jualan di depan gang,” kata
Selain Mariyati, ada Titin Arianti yang juga berjualan beranekaragam jenis kue basah. Perempuan yang akrab dipanggil Titin itu mengaku biasa menjual kue-kue kering, namun beralih karena alasan tertentu. “Saat ini jual-jual kue basah aja mas. Soalnya kalau kue kering gak telaten bikinnya,” jelas Titin
Ia menjelaskan, dirinya biasa menjual jajanan macam pastel, martabak telur, roti kukus, dan jenis-jenis kue lainnya. Namun, saat Ramadan ia menambahkan gorengan ke dalam menu yang dijualnya.
“Kalau Ramadan gini ya jualan gorengan. Soalnya ya itu yang paling diminati pembeli,” katanya.
Titin mengatakan bahwa pada hari biasa selain Ramadan ia mulai berjualan pukul 04.00 WIB hingga habis.
“Kalau lagi rame gitu ya gak sampai siang sudah habis. Jam 07.00 WIB gitu sudah habis,” tuturnya
Namun, untuk Ramadan kali ini dirinya mulai berjualan dari pukul 13.00 WIB dan tutup pada waktu maghrib.
“Pas Ramadan, mulai bikin kuenya itu pukul 8 pagi, lalu tinggal buka lapak di depan rumah. Kemudian pas sore pindah ke depan gang samping jalan,” jelasnya.
Sementara pantauan suarasurabaya.net di lokasi, Rabu (29/3/2023) sore, terlihat berjajar penjual sudah mulai memasarkan dagangan kuenya sejak pukul 15.00 WIB meskipun kondisi sedang hujan deras.
“Biasanya kalau sudah jam 04.00 WIB itu sudah ramai pembeli, tapi ya karena hujan jadinya belum ada pembeli,” ungkap Titin.
Titin pun menjelaskan, bahwa omzet penjualannya menurun selama Ramadan. “Kalau hari biasa itu bisa sampai satu juta kotor per harinya. Pas Ramadan ini sehari dapat Rp600 ribu,” tandasnya.
Di samping itu, meskipun diguyur hujan masih ada pembeli yang melipir membeli berbagai jajanan. Salah satunya, Irma Putri warga asli Sidoarjo yang membeli gorengan untuk dibawa pulang sebagai takjil di rumah.
“Kebetulan lewat tadi jadi mampir membeli cemilan buat oleh-oleh orang di rumah, siapa tau bapak saya seneng,” katanya.
“Keberadaan Kampung Kue ini unik dan menarik ya. Semoga semakin maju dan dikenal oleh masyarakat Surabaya,” tambahnya.
Pembeli lainnya, Yulia Syahdania mengaku bahwa Kampung Kue ini menjadi destinasi pertama untuk mencari jajanan di Bulan Ramadan.
“Tempat tinggalku kan dekat, jadi gak usah jauh-jauh cari makanan dan minuman buat dinikmati pas buka puasa,” kata Yulia.
Yulia berharap nantinya ada kampung-kampung lain di Surabaya yang bisa mengikuti langkah Kampung Kue menjadi tonggak ekonomi masyarakat. “Untuk penjual, semoga dilancarkan rezekinya meskipung hujan begini,” tutupnya. (ihz/bil/ipg)