Jumat, 22 November 2024

IDI Sampaikan Sejumlah Isu Medis Krusial dalam RUU Kesehatan

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Adib Khumaidi Ketua Umum PB IDI. Foto: Antara

Adib Khumaidi Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (Ketum PB IDI) menyampaikan isu-isu medis krusial dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan, yang sedang dibahas DPR RI bersama Pemerintah.

Melansir Antara, dalam seminar yang diselenggarakan Jamkes Watch, dia mengatakan isu medis krusial dalam RUU Kesehatan salah satunya tentang masa berlaku Surat Tanda Registrasi (STR).

STR tersebut merupakan dokumen hukum/tanda bukti tertulis bagi dokter dan dokter spesialis telah mendaftarkan diri dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan serta telah diregistrasi pada Konsil Kedokteran Indonesia.

“Itu adalah isu-isu krusial di bidang medis yang juga disuarakan oleh teman-teman dari YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia),” kata Adib dalam seminar nasional mengenai RUU Kesehatan di Jakarta, Minggu (28/5/2023).

Adib menjelaskan, menurut usul Pemerintah, STR diberlakukan seumur hidup. Sementara dalam draf RUU Kesehatan dari Badan Legislatif dibuat per lima tahun.

“Bedakan antara pengakuan kualifikasi, kompetensi, dengan administrasi. Kalau SIP (Surat Izin Praktik) itu administrasi, tapi kalau pengakuan kualifikasi maka harus teregister,” katanya.

Dia melanjutkan, resertifikasi STR yang berlaku di seluruh negara rata-rata per dua tahun. Tapi, di Indonesia per lima tahun.

“Yang disampaikan di luar sana sepertinya STR/SIP dipersulit oleh IDI atau organisasi profesi,” katanya.

Ketum PB IDI menyampaikan hasil survei pihaknya menunjukkan lebih dari 80 persen responden merasa tidak mengalami kesulitan mengurus STR dan SIP. “Itu yang kemudian di-blow up seakan-akan dipersulit,” katanya.

Isu krusial lainnya, lanjut Adib, berkenaan dengan izin tenaga kesehatan asing masuk ke Indonesia hanya dengan portofolio yang menunjukkan pernah berpraktik selama lima tahun.

Menurut Dokter Adib, kebijakan itu berpotensi menurunkan kualitas pelayanan kesehatan, dan membuka peluang masuknya dokter palsu.

“Pernah di BSD, Tangerang, kami usir karena dia berpraktik dan ternyata dia ada masalah. Pernah ada juga dokter ahli kanker dari Singapura, ke mana-mana dia jualan sebagai ahli onkologi dan pasiennya banyak, setelah kami telusuri dia bukan pakar onkologi,” katanya.

Adib mengemukakan kolega dalam organisasi profesi juga menjalankan fungsi pengawasan mutu, dan keamanan layanan dokter kepada pasien.

“Keberadaan organisasi profesi adalah membantu negara dalam menjamin keselamatan pasien dan rakyat,” ujarnya.

IDI dan organisasi profesi kesehatan juga menyoroti masalah pengelolaan data kesehatan, yang dapat dilakukan penyelenggara sistem informasi di luar negeri.

Mereka mengkritik rencana pemberian kewenangan kepada Menteri Kesehatan untuk transfer data ke luar negeri dengan tujuan spesifik.

“Sayangnya, tidak dijelaskan apa tujuan spesifiknya, termasuk data genetik,” ucap Adib.

Di samping itu, IDI menyoroti persoalan penghapusan amanah anggaran kesehatan, serta pemanfaatan organ transplantasi tanpa persetujuan keluarga dalam RUU Kesehatan. (ant/bil/rid)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs