Alfinda Novi Kristanti Guru Besar Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga (Unair) berhasil menemukan senyawa tanaman untuk obat anti kanker dan demam berdarah (DBD).
Temuan itu terdapat dalam hasil risetnya mengenai fitokimia senyawa fenolik pada tanaman obat dan tanaman endemik Indonesia sebagai bahan baku obat.
Ia mengatakan, kajian itu berfokus pada fungsi tanaman yang menyediakan senyawa metabolit sekunder dengan struktur dan bioaktivitas beragam yang bisa dimanfaatkan manusia.
“Selama satu dekade terakhir, meneliti tanaman gaharu (Aquilaria microcarpa), gambir (Uncaria), dan sambung nyawa (Gynura procumbens). Pada spesies Aquilaria, ada kandungan chromone yang mirip dengan senyawa golongan 2-styrylchromone dimana kesediaan senyawa ini sangat jarang sehingga harus dilakukan sintesis organik,” ucapnya pada Kamis (2/3/2023).
Dan dari sintesis dengan variasi struktur benzaldehid, ia menemukan sembilan senyawa golongan 2-styrylchrome.
Senyawa itu kemudian ia uji secara in silico melalui docking experiment menggunakan protein sebagai target obat pengembangan kemoterapi kanker.
“Rangkaian penelitian ini menjadi contoh bagaimana alam telah memberikan ide struktur senyawa untuk dapat dilakukan sintesis senyawa dengan potensi yang lebih baik,” ungkapnya.
Lebih lanjut, pada komponen utama gambir yaitu catechin yang merupakan senyawa golongan flavonoid, kata dia, dari hasil isolasi menunjukkan satu kilogram gambir mengandung kadar catechin sebesar 18 gram dengan tingkat kemurnian 90 persen.
“Senyawa catechin dapat bertindak sebagai antikanker, antiviral, antimikroba, bahkan aktivitas antioksidannya jauh lebih besar dibandingkan dengan vitamin C. Hal ini secara tidak langsung dapat mencegah potensi terjadinya kanker,” jelasnya.
Kemudian, dalam risetnya soal sambung nyawa menghasilkan di bagian akar berperan lebih aktif dibandingkan daun. Tetapi menurutnya, kelemahannya terletak pada pemanfaatan akar yang harus dicabut secara keseluruhan.
“Peningkatan biomassa dan kandungan metabolit menggunakan kultur akar adventif tanaman, selain itu, dilakukan juga pengembangan potensi tanaman menggunakan nanoteknologi berupa nanokapsul ekstrak tanaman yang dapat meningkatkan aktivitas anti-dengue dan menurunkan toksisitas,” ucapnya.
Menurutnya, komunikasi kimiawi tanaman memberikan dampak positif bagi manusia dengan dihasilkannya senyawa metabolit sekunder. Apalagi menurutnya, jika diikuti perkembangan ilmu sintesis organik, khususnya nanoteknologi terbukti mampu meningkatkan potensi tanaman obat sebagai bahan baku obat.
“Oleh karena itu, riset tentang pemanfaatan senyawa metabolit sekunder pada tanaman sangat penting untuk dilakukan. Untuk mendukung pembangunan ekosistem kemandirian obat di Indonesia,” pungkasnya.(ris/dfn/ipg)