Aniek Setiya Budiatin Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) dari Fakultas Farmasi, berhasil membuat inovasi pengobatan defek tulang dari femur tulang sapi yang merupakan sumber utama garam kalsium.
Aniek mengatakan, defek tulang merupakan suatu lubang atau celah akibat terjadinya patah tulang yang disebabkan kecelakaan, osteoporosis, osteoarthritis, debridemen, serta akibat penyakit tulang seperti tumor, kanker, gangrene dan osteomielitis.
“Salah satu bahan baku yang sangat mendukung kesehatan masyarakat yaitu bahan baku yang mengandung garam kalsium. Tulang sapi mengandung garam kalsium yaitu hidroksiapatit yang disebut Bovin Hidroksiapatit (BHA), rendemen yang diperoleh sekitar 50-60 persen,” ucapnya saat orasi pengukuhan Guru Besar di Gedung Rektorat Unair, Kamis (21/9/2023).
Ia menyebut tulang sapi merupakan limbah dari rumah potong hewan yang memiliki nilai sangat murah. Hidroksiapatit dalam tulang sapi menurutnya juga dapat diekstraksi dengan mudah, yaitu direbus untuk menghilangkan serat yang melekat dan lemaknya, kemudian dibakar pada suhu tinggi.
Karakteristik serbuk BHA, kata dia, ketika diuji terlihat gugus fosfat, hidroksida dan karbonat. Yang mana, hal tersebut merupakan ciri khas BHA yang dapat meningkatkan aktivitas sel osteoklas maupun osteoblast secara in vivo. Selain itu, juga tampak BHA mirip dengan hidroksiapatit dari tulang manusia.
“Bentuk bonegraft berbahan baku BHA yang sebagian sudah dikarakterisasi dan diuji pre klinik, mendapatkan sertifikat paten granted. Aplikasi secara pre klinik beberapa bentuk bonegraft juga telah kami lakukan dengan bahan baku BHA dikombinasi dengan galetin (GEL) suatu polimer dari tulang sapi yang berfungsi sebagai pelekat,” tuturnya.
Komposisi BHA-GEL, kata dia, mirip dengan komponen penyusun tulang anorganik dan fase organik, sehingga bersifat biocompatible dan biodegradable.
“Berfungsi sebagai pengisi atau pengganti tulang atau gigi yang mengalami defek, dan sistem pengantaran obat,” ucapnya.
Ia mengaku terdorong membuat inovasi itu, untuk membantu memenuhi kebutuhan bahan baku dalam negeri. Disebutnya, pemerintah menganjurkan suatu produk mengandung bahan baku dalam negeri sekitar 60 persen, agar impor dapat dikurangi.
Lebih lanjut, bahan baku yang mengandung garam kalsium dari data Disperindag Jatim 2011 tercatat 80 ton per tahun, sedangkan pada 2012 mengalami peningkatan signifikan jadi 1.330 ton per tahun.
“Dari data itu dapat disimpulkan, jika pertumbuhan kebutuhan kelompok apatite yang mewakili hidroksiapatit lebih dari 35 persen per tahun,” pungkasnya. (ris/bil/ham)