Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mulai melakukan sosialiasi kesehatan reproduksi remaja kepada santri.
Hasto Wardoyo Kepala BKKBN RI, menyatakan bahwa hal itu dilakukan sebagai upaya untuk mencegah dan menurunkan angka dispensasi nikah (Diska).
“Sesuai dengan arahan Wakil Presiden untuk melibatkan tokoh-tokoh agama dalam mensosialisasikan usia ideal menikah baik bagi putra maupun bagi putri untuk menciptakan rumah tangga harmonis, anak-anak yang hebat dan keluarga yang berkualitas,” ucapnya saat berada di Pondok Pesantren Darul Hikmah Al-Ghazaalie Jember, Selasa (31/1/2023).
Ia mengatakan, saat ini banyak remaja yang sulit menahan kebutuhan biologis yang mulai muncul, sehingga terburu-buru untuk memilih menikah muda.
“Padahal menikah dalam usia muda banyak sekali risikonya, khususnya pada perempuan yang reproduksinya belum matang. Bila terjadi kehamilan merupakan kehamilan berisiko tinggi baik kepada ibu mau pun janin yang dikandung,” jelasnya.
Selain itu, dari segi mental dan kematangan emosional menurutnya juga masih labil dan sangat rawan terjadi pertengkaran rumah tangga yang berujung pada perceraian.
“Tahun 2021, di Indonesia tingkat perceraian sangat tinggi yaitu 581 ribu kasus perceraian,” ungkapnya.
Hal itu terjadi, karena menurutnya pasangan belum dewasa, belum bisa memaklumi dan menerima kekurangan, sehingga mudah terjadi percekcokan dalam rumah tangga.
“Secara fisik mereka sudah besar, hasrat biologis juga besar dan mereka golek enake dengan buru-buru menikah, seharusnya mereka bisa puasa dulu demi masa. Oleh karena itu kami lakukan sosialisasi ini untuk masa depan mereka dan keluarganya nanti,” jelasnya.
Sementara itu, K.H Achmad Nashihin AR pendiri Pondok Pesantren Darul Hikmah Al-Ghazaalie Jember, menjelaskan upaya itu merupakan hal yang positif, karena menurutnya sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW.
“Bagaimanapun kita menginginkan generasi yang sehat, bahagia dunia akhirat dan dispensasi nikah atau pernikahan dini memiliki angka yang rendah,” ucapnya.
Ia berharap, seluruh santriwan dan santriwati dapat memahami dan menjalankan pentingnya menjaga kesehatan reproduksi.
“Maka kami selalu menyarankan, santri siap menikah adalah saat usia santri siap untuk menjalani kehidupan sakinah mawaddah warohmah dengan ilmu yang sudah matang. Ilmu yang sudah matang itu minimal lulus SMA atau di atas 19 tahun,” pungkasnya.(ris/dfn/rst)