Jumat, 22 November 2024

Galakkan Indonesia Bebas Rabies, Guru Besar FKH Unair Kembangkan Riset Vaksin Oral Rabies

Laporan oleh Risky Pratama
Bagikan
Jola Rahmahani Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (Unair). Foto: Unair

Jola Rahmahani Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (Unair) menyatakan, penyakit rabies masih menjadi perhatian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH) karena dapat menyebabkan kematian hampir 70 ribu kasus setiap tahunnya.

“Di Indonesia sendiri, kasus kematian akibat rabies terbilang masih cukup tinggi,” ucapnya dalam keterangan yang diterima pada Selasa (7/3/2023).

Ia mengatakan, upaya untuk mencapai Indonesia Bebas Rabies 2030 perlu digalakkan. Apalagi menurutnya, program vaksinasi hewan rabies di Indonesia masih mengalami beberapa kendala, yakni pada aspek budaya, sosial, dan ekonomi.

“Sebagai contoh, keberagaman budaya di Indonesia memberikan perbedaan cara pandang masing-masing suku bangsa terhadap anjing sebagai hewan penular utama rabies sehingga dapat meningkatkan kerentanan infeksi,” ucapnya.

Ia mengatakan di beberapa wilayah anjing dimanfaatkan dengan cara yang berbeda-beda. Di daerah Sunda sebagai adu bagong, di Sumatera Barat dijadikan teman berburu, bagi suku bugis menjadi penolong selama pelayaran, dan sebagai bahan konsumsi. Tetapi, saat ini konsumsi anjing sudah menurun karena adanya kampanye dog meet free.

“Selain itu, kendala pemberantasan juga terjadi dari aspek teknis, seperti status vaksinasi rabies, interaksi dengan anjing lain, kondisi fisik anjing, jumlah anjing yang dipelihara, dan tidak terkendalinya populasi hewan penular rabies dan hewan peliharaan yang dilepasliarkan,” ucapnya.

Selain itu, kata Jola, kendala pada pemberian vaksinasi hingga saat ini juga masih mengalami hambatan dan keterbatasan dari segi efektivitas maupun efisiensi.

“Terutama, vaksinasi rabies pada anjing liar atau anjing tidak berpemilik. Oleh sebab itu, perlu upaya untuk menangani permasalahan tersebut, salah satunya dengan uji coba penerapan vaksin oral rabies pada anjing liar dan anjing yang dilepasliarkan,” jelasnya.

Ia mengatakan, vaksinasi hewan liar menggunakan vaksin oral rabies merupakan tahapan penting dalam mengontrol rabies. Menurutnya, vaksin oral rabies juga memiliki keunggulan pada program vaksin massal karena dinilai efektif dan jumlah individu yang divaksin lebih banyak.

“Vaksinasi oral rabies dapat mencegah dan mengatasi penyebaran virus rabies di antara populasi dan menurunkan risiko infeksi pada hewan domestik dan populasi manusia. Selain itu, vaksinasi ini sudah diterapkan di beberapa negara dan menunjukan hasil yang baik,” tambahnya.

Dalam kesempatan itu, ia juga menyampaikan bahwa penelitian surveilans virus rabies di Indonesia menjadi faktor penting dalam menentukan galur virus rabies untuk vaksinasi ke depannya. Menurutnya, karena Indonesia memiliki banyak pulau yang berpotensi memunculkan perbedaan jenis virus rabies yang bersirkulasi.

“Kerja sama antar sektoral, penelitian, dan pendanaan yang memadai, surveilans, dan pendataan yang lengkap menjadi langkah awal dalam pemberantasan rabies di Indonesia. Diikuti dengan pengembangan vaksin sangatlah diperlukan untuk menghentikan penyebaran rabies pada hewan dan menyelamatkan jiwa manusia dari kematian akibat gigitan hewan penular rabies,” pungkasnya.(ris/ihz/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs