Andi Kasman Deputi Bidang Informasi dan Pengembangan Sistem Kearsipan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) menyatakan, keahlian memahami forensik digital mampu mengungkap keaslian arsip hingga mencegah terorisme.
“Kasus kejahatan yang dapat diungkap menggunakan forensik digital di antaranya, kasus keaslian atau autentikasi arsip negara dan dokumen perusahaan, kasus pornografi anak, pencurian identitas, penipuan dalam jaringan, pencemaran nama baik, termasuk di dalamnya kejahatan terorisme,” ujar Andi dilansir Antara pada Senin (13/11/2023).
Forensik digital merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang menemukan bukti dari media digital seperti komputer, ponsel, server, atau jaringan. Hal ini dapat memberikan teknik dan alat terbaik bagi tim forensik untuk memperkuat atau melemahkan bukti-bukti yang ditemukan dalam kasus-kasus di dunia digital.
Menurut Andi, dalam aspek sejarah, forensik digital akan selalu relevan dan dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat dan pemerintahan.
“Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan digitalisasi, penting untuk memahami dan menerapkan prinsip-prinsip forensik digital dalam pengelolaan dan autentikasi arsip, karena memiliki peran penting dalam memastikan keaslian dan integritas arsip,” katanya.
Ia menambahkan, melalui pengetahuan di bidang forensik digital, maka dapat memberikan kekuatan pada setiap individu yang mempelajarinya untuk mempertanggungjawabkan bukti-bukti kearsipan dalam proses hukum.
“Pada sistem forensik digital, kita akan fokus mengenali metode investigasi dan standar untuk akuisisi (mengakui), ekstraksi (memisahkan), preservasi (merawat), analisis, dan deposisi (mengumpulkan) bukti digital dari perangkat penyimpanan,” jelasnya.
Ia mengemukakan, dengan menguasai pengetahuan-pengetahuan dalam forensik digital tersebut, maka para arsiparis maupun tim informasi dan teknologi (IT) dapat memahami situasi forensik yang sedang dihadapi dan menemukan solusi untuk diterapkan di dunia nyata.
“Investigasi forensik digital ini pada umumnya terdiri dari tiga tahap, yaitu akuisisi imaging (pengujian) barang bukti, analisis, dan pelaporan, serta yang paling penting adalah bahwa pemeriksaan forensik dilakukan dan dilaporkan dengan cara tidak bias dan dapat direproduksi,” ujarnya.
Ia menegaskan, melalui diskusi yang dilakukan ini, maka seluruh peserta dapat belajar tentang prinsip-prinsip dan metode forensik digital, serta bagaimana menerapkannya dalam praktik kearsipan.
“Dengan forensik digital, kita bisa mencapai standar tertinggi dalam pengelolaan dan autentikasi arsip-arsip yang kita selamatkan dan lestarikan, sebagai alat bukti akuntabilitas kinerja dan memori kolektif bangsa sebagai identitas nasional,” kata Andi.
Ia juga mengingatkan, pentingnya kerja sama dan komunikasi dalam setiap proses forensik digital, mengingat hal tersebut sangat kompleks dan membutuhkan kolaborasi antarpihak, termasuk di dalamnya arsiparis, para pengelola IT, dan ahli hukum, baik di lingkungan ANRI maupun seluruh komunitas kearsipan di seluruh Indonesia. (ant/ath/saf/ipg)