Jumat, 22 November 2024

FK Unair Minta Pemerintah Atasi Kekurangan Dokter Spesialis di Daerah

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Prof Dr Budi Santoso Dekan FK Unair. Foto: Meilita suarasurabaya.net

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga meminta, pemerintah hadir mengatasi masalah kekurangan dokter spesialis di daerah yang tidak kunjung selesai.

Selama lima tahun terakhir, Unair meluncurkan Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) dengan berlayar ke puluhan pulau di Indonesia untuk menjangkau masyarakat di daerah-daerah terpencil yang butuh penanganan kesehatan.

Namun, Prof Dr Budi Santoso Dekan FK Unair menyebut, tidak cukup dengan kehadiran RSTKA.

“Sampai kapan RSTKA untuk hadir ke daerah-daerah kepulauan? Solusi masalah kesehatan tidak hanya dari kami berlayar ke sana tapi harus ada solusi lain,” kata Budi, Rabu (15/2/2023).

FK Unair mengusulkan, pemda setempat mulai menyediakan dokter spesialis yang dibutuhkan masyarakat. Caranya, dengan memberikan beasiswa bagi para dokter umum agar bisa menempuh program pendidikan dokter spesialis (PPDS). Lulusannya akan mengabdi di daerah kepulauan selama beberapa tahun dan terus regenerasi.

“Bagi kami, tidak fair rasanya kalau meminta lulusan PPDS yang ada saat ini untuk tugas di daerah terpencil karena mereka menempuh PPDS dengan biaya sendiri. Padahal kuliah PPDS juga tidak murah. Intinya pemerintah harus hadir untuk bisa mengatasi masalah ini,” jelas Prof Bus, sapaan akrabnya.

Paling tidak ada minimal enam hingga sembilan spesialis yang dibutuhkan.

“Kami sudah garap minimal sembilan. Obgyn, bedah, penyakit dalam, anestesi, anak-anak, radiologi, patologi klinik, apa lagi ya pokoknya sembilan. Atau paling tidak bedah, anak-anak, penyakit dalam, kandungan, anestesi,” imbuhnya.

Menurutnya sementara ini sudah ada dua pemda yang bersedia. Pemkab Gresik dan Sumenep ditargetkan melakukan perjanjian kerjasama dengan FK Unair sebelum akhir Februari 2023.

“Mereka (dokter umum yang dikirim pemda) disekolahkan, ditanggung biaya hidup selama sekolah, setelah lulus mereka mengabdi. Begitu seterusnya hingga di daerah itu layanan kesehatan bisa dipenuhi dengan kehadiran dokter spesialis,” jelasnya.

Prof Bus menyebut, penerimaan mahasiswa putra daerah agar menempuh PPDS di FK UNAIR tidak akan mengurangi kuota PPDS. Apalagi, tahun ini FK Unair menambah kuota PPDS hingga 300 orang dari sebelumnya yang hanya 250 orang.

“Untuk yang reguler tidak akan dikurangi jatahnya. Kami justru menambah mahasiswa dari putra daerah itu. Kami sudah mempersiapkan sarana prasarana dan dosennya,” tandas Prof Bus.

Sementara itu dr. Agus Harianto Direktur RSTKA menyebut, sebenarnya program Pendayagunaan Dokter Spesialis (PGDS) sangat bagus untuk memeratakan dokter spesialis hingga ke pelosok. Namun program itu harus dihentikan karena ada protes dari beberapa kalangan.

“Alasannya mereka sekolah spesialis itu bayar sendiri, tidak dapat beasiswa. Jadi mengapa mereka harus ke daerah terpencil? Begitu alasannya. Namun menurut saya setiap kebebasan itu ada tanggung jawab di dalamnya. Kebebasan dan tanggungjawab moral bagaikan dua sisi mata uang,” jelasnya.

Sehingga ia mendukung intervensi beasiswa oleh pemda. Menurutnya harus segera dilakukan agar empat tahun kedepan sudah bisa terpetik hasilnya.

“Idealnya PPDS dimulai 2020 saat PGDS kalah. Karena 2024 sudah dapat panenan harusnya. Kalau (usulan) ini diterima paling tidak, empat tahun lagi sudah ada solusi lebih permanen sifatnya untuk pelayanan kesehatan di daerah,” kata Agus.

Ra Achmad Fauzi Bupati Sumenep mengaku setuju. Untuk langkah awal, Sumenep akan mengirim empat putra daerahnya untuk sekolah PPDS di FK UNAIR. Mereka akan disekolahkan di Prodi Orthophaedi dan Traumatologi dan Anestesi.

“Setiap tahun bertahap. Nanti saat lulus mereka wajib untuk mengabdi di daerah,” tambahnya.

Sementara Eko Sri Haryanto, Ditjen Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT) mengaku, di tahun 2023 ini Kementerian PPDT sudah merumuskan beberapa program dengan sejumlah kementerian terutama kementerian kesehatan untuk mengatasi masalah kesehatan di 62 daerah terpencil di Indonesia. Utamanya terkait penguatan puskesmas, pemenuhan tenaga kesehatan di lapangan dan penekanan Angka Kematian Ibu (AKI).

“2023 melonjak tajam upaya kami dalam menanggualngi permasalahan diatas. Tinggal 2024 ini kami lihat apakah target terpenuhi,” tambahnya. (lta/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
35o
Kurs