Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencegah empat orang Pimpinan DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2019-2024 pergi ke luar negeri.
Masing-masing atas nama Kusnadi Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur, Anik Maslachah, Anwar Saddad, dan Achmad Iskandar Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur.
Surat permohonan pencegahan dikirim KPK terkait proses penyidikan kasus suap pengelolaan Dana Hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan tersangka Sahat Tua Simandjuntak Wakil Ketua DPRD Jawa Timur non aktif.
Ali Fikri Kepala Bagian Pemberitaan KPK mengatakan, pencegahan yang diajukan Penyidik KPK berlaku sampai bulan Juli 2023.
“Pecegahan bisa diperpanjang sesuai kebutuhan proses penyidikan,” ujarnya di Jakarta, Selasa (7/3/2023).
Dia menjelaskan, pencegahan ke luar negeri dilakukan supaya empat orang Pimpinan DPRD Provinsi Jawa Timur tetap berada di Indonesia, dan kooperatif waktu Penyidik KPK memerlukan keterangannya.
“Langkah cegah diperlukan antara lain agar para pihak dimaksud tetap berada di wilayah RI dan dapat selalu kooperatif hadir untuk memberikan keterangan dengan jujur di hadapan Tim Penyidik KPK,” tegasnya.
Seperti diketahui, Kamis (15/12/2022), KPK menetapkan Sahat Tua Simandjuntak dan tiga orang lainnya sebagai tersangka korupsi pengelolaan dana hibah.
Anggota dewan dari Partai Golkar itu diduga sudah menerima uang suap sebanyak Rp5 miliar.
Berdasarkan data yang dipegang KPK, Pemerintah Provinsi Jawa Timur menyalurkan dana hibah sebanyak Rp7,8 triliun kepada badan, lembaga, dan organisasi masyarakat dari APBD Tahun Anggaran 2020 dan 2021.
Karena usulan penyaluran dana belanja hibah merupakan kewenangan Anggota DPRD, Sahat berinisiatif mengatur alokasi dana hibah dengan imbalan sejumlah uang.
Sesudah mencapai kesepakatan dengan Abdul Hamid Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang, Sahat menerima uang muka Rp1 miliar.
Kemudian, dari nilai dana hibah yang akan disalurkan, Sahat meminta bagian 20 persen. Sedangkan Abdul Hamid mengambil 10 persen.
Tapi, rencana itu tidak berjalan mulus. Karena, hari Rabu (14/12/2022), KPK keburu menangkap Sahat Simandjuntak, Abdul Hamid dan dua orang lainnya.
Dalam serangkaian operasi tangkap tangan, Tim KPK menemukan barang bukti dugaan korupsi berupa uang pecahan Dollar AS, Dollar Singapura dan Rupiah yang nilainya sekitar Rp1 miliar.(rid)