Subardi Anggota Komisi VI DPR RI mendesak Muhammad Rudi Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) secara terbuka menjelaskan konflik yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
Menurutnya, permasalahan yang terjadi di Pulau Rempang tidak mungkin jadi heboh kalau tidak ada kepentingan-kepentingan besar.
Legislator dari Fraksi Partai NasDem itu menilai kalau cuma kepentingan kecil, tidak mungkin keributan besar terjadi di sana.
“Saya minta Pak Rudi Kepala BP Batam terbuka saja. Ini harus diatasi, tidak hanya dibiarkan dan dibiarkan menjadi liar,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Sabtu (16/9/2023).
Lebih lanjut, Subardi bilang Rempang Eco City yang digarap di bawah pengawasan BP Batam punya dua kepentingan, yaitu kepentingan nasional untuk mengundang investasi, dan kepentingan Rakyat Rempang.
“Apakah pergerakan atau demo rakyat itu memang murni atau terzalimi kasarnya, hak-hak mereka belum terpenuhi? Apakah memang ada yang menyulut? Apakah itu lokal, regional, apa kepentingan-kepentingan lain? Bisa kepentingan politik, bisnis, atau persaingan investasi,” tambahnya.
Sekadar informasi, Rempang Eco City merupakan proyek yang digarap perusahaan PT Makmur Elok Graha (MEG) yang berinduk kepada Artha Graha Network (AG Network).
PT MEG sendiri merupakan perusahaan yang mendapatkan hak pengelolaan 17 ribu hektare lebih lahan di kawasan Rempang sejak 2004 sampai sekarang.
Sekitar dua ribu hektare lahan itu dijadikan tempat pembangunan Rempang Eco City, lokasi pabrik produsen kaca China, Xinyi Glass Holdings Ltd.
Perusahaan itu pun sudah berkomitmen untuk membangun pabrik pengolahan pasir kuarsa senilai 11,5 miliar Dollar AS di kawasan tersebut dan menjadikannya sebagai pabrik kaca kedua terbesar dunia setelah di China.
Tapi, sejak pekan lalu, masyarakat di kawasan itu enggan direlokasi hingga timbul bentrokan.
Kompensasi dari pengosongan lahan itu, BP Batam menyiapkan permukiman baru untuk masyarakat Rempang yang terdampak proyek yang termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) tersebut.
Permukiman itu bernama Kampung Pengembangan Nelayan Maritime City dan berlokasi di Dapur 3, Kelurahan Sijantung, Pulau Galang.
Program tersebut memiliki slogan Tinggal di Kampung Baru yang Maju, Agar Sejahtera Anak Cucu. Kampung Pengembangan Nelayan Maritime City akan menjadi kampung percontohan di Indonesia sebagai kampung nelayan modern dan maju.
Masyarakat terdampak juga akan mendapatkan hunian satu unit rumah baru tipe 45 senilai Rp120 juta rupiah/KK, dengan luas tanah maksimal 500 m2.
Satu unit rumah terdampak akan diganti dengan satu hunian baru. Lalu, masyarakat dijanjikan bebas biaya Uang Wajib Tahunan (UWT) selama 30 tahun, gratis PBB selama 5 tahun, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).
Fasilitas pendidikan tersedia untuk jenjang SD, SMP hingga SMA. Tersedia juga pusat layanan kesehatan, olahraga dan fasilitas sosial. Kemudian, disiapkan fasilitas ibadah seperti masjid dan gereja.(rid/ipg)