Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jawa Timur menyuguhkan penampilan gelar dan peragaan Warisan Budaya Tak Benda Selawat Badar di Museum Mpu Tantular, Sidoarjo, Senin (23/10/2023) malam.
Hudiyono Kadisbudpar Provinsi Jatim menjelaskan, gelar dan peragaan warisan budaya tak benda ini bertujuan untuk mengisahkan cerita di balik terciptanya Selawat Badar pada 1962.
Untuk diketahui Selawat Badar merupakan ciptaan KH. Ali Manshur Shiddiq. Selawat asli Jawa Timur itu telah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTBI) pada 21 Oktober 2022 oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI.
“Sholawat Badar sebagai WBTB menjadi identitas dan kebanggaan tidak hanya masyarakat Jatim, tapi juga Bangsa Indonesia karena eksistensinya telah menyebar hingga ke seluruh dunia,” kata Hudiyono.
Hudiyono menjelaskan Selawat Badar ini merupakan kesenian yang berisi pujian dan pengharapan akan keselamatan supaya terhindar dari segala bencana dan kesialan.
Kesenian ini lahir dalam situasi krisis akibat Revolusi Fisik pada tahun 1960-an. Dalam teatrikal yang ditampilkan salah satu grup teater asal Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (Unair) menceritakan KH. Ali Manshur Shiddiq yang terhimpit keadaan antara hidup dan mati.
Kemudian KH. Ali Manshur membaca Selawat Badar dan terhindar dari ajal. Hudiyono juga menjelaskan acara ini sebagai upaya untuk mempublikasikan budaya yang menjadi koleksi museum kepada masyarakat luas.
“Di dalam museum tersimpan aneka warisan budaya satu di antaranya adalah kelengkapan kesenian Sholawat Badar,” ucapnya.
Sementara itu Listyono Santoso Wakil Dekan I FIB Unair menyebut masyarakat Indonesia masih menganggap kalau Selawat Badar ini merupakan budaya serapan asal Timur Tengah.
“Padahal yang menciptakan orang Indonesia, yaitu KH. Ali Manshur kelahiran Banyuwangi yang kemudian besar di Tuban. Beliau pengarang Selawat Badar,” tuturnya.
Oleh sebab itu Listyono menyatakan kegiatan pada Senin malam ini merupakan upaya penting untuk merawat kebudayaan dan kesenian asli Indonesia.
Sebab menurut Listyono, sebuah budaya selalu turun temurun tanpa adanya surat wasiat. Apabila setiap generasi tidak mengenali budayanya sendiri maka akan tergerus zaman.
“Lalu satu persatu budaya kita diambil negara lain. Maka dari itu kita di setiap generasi wajib untuk mengenali budaya asli kita,” ujarnya.(wld/saf/ham)