Erryga Angga Romadhon anggota Samapta Polres Malang, menceritakan detik-detik situasi mencekam amukan suporter hingga dia dan truk berisi para korban Aremania yang dikemudikannya berhasil lolos sampai rumah sakit.
Dia pun sambil mengingat kembali peristiwa mematikan 1 Oktober 2022 lalu, 135 nyawa dinyatakan meninggal dan ratusan lainnya luka-luka usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya.
Ia menyaksikan sendiri kericuhan Tragedi Kanjuruhan usai wasit meniup peluit panjang. Dimulai dari tugasnya sesuai rencana awal, mengamankan evakuasi para pemain Persebaya dan Arema FC dari tengah lapangan ke ruang ganti.
Aksi awal kekecewaan suporter mulai ia lihat ketika Aremania merangsek masuk ke lapangan dan merangkul kiper Arema yang masih belum dievakuasi.
“Izin menambahkan (keterangan Afandi, saksi anggota Polri yang diperiksa hari ini), saat pemain masuk ke locker room ada ketinggalan kiper Arema di tengah lapangan yang dikerumuni suporter. Jadi, Kasat Samapta lari ke lapangan mengamankan kiper. Saya inisiatif karena kasat samapta tidak pakai tameng, saya menyelamatkan Maringga (kiper Arema) dibackup kasat samapta akhirnya masuk ke locker room, selamat,” kata Erryga, Kamis (9/2/2023).
Situasi berhasil dikondisikan, semua pemain sudah masuk ke ruang ganti. Situasi semakin kacau, suporter melakukan pelemparan-pelemparan barang hingga melukai beberapa anggota Samapta.
Sampai akhirnya ia mendapat perintah dari AKP Bambang Sidik Achmadi eks Kasat Samapta Polres Malang untuk siaga mengemudikan truk.
Ia diminta mengantarkan korban-korban yang sudah tergeletak ke rumah sakit. Melewati ribuan suporter lain yang sedang marah hingga membakar kendaraan-kendaraan milik aparat di jalanan area stadion.
“Saya diminta stand by di dalam truk. Saya driver truk. Kemudian saya persiapkan terus maju ke depan, berhenti dulu turun lagi. Saya lihat Kapolres, wakapolres membantu Aremania memasukkan korban ke truk saya. Saya sendirian saat itu, polisi yang membawa korban. Saya saat itu kondisinya takut mati yang mulia,” ujarnya memberi kesaksian.
Tak ada yang bisa ia lakukan selain terus melaju meski ketakutan. Dengan puluhan korban yang ia tak bisa memastikan meninggal atau pingsan di bak truk, serta dua korban yang masih sadar duduk di samping kirinya, Erryga menginjak pedal gas.
“Setelah semua korban naik ke truk, kiri saya dua orang yang saya angkut, saya coba melaju pelan-pelan terus saya dihentikan Aremania. Saya berhenti. Posisi kaca saya kanan tertutup, kiri separuh. Pak, nunut (numpang), pak, ada korban. Lalu lanjut lagi ketemu lah dengan Kabag Ops, Kasat Samapta, yang lagi menyeterilkan jalan,” imbuhnya.
Ia sudah pasrah jika harus meninggal di tangan para suporter. Namun Erryga tetap berusaha menyelamatkan para korban agar bisa segera tertolong ke rumah sakit.
“Terus saya jalan lagi, dalam hati saya mati aku mati aku. Ibarat peribahasa, saya ini ulo marani gepuk. Istilahnya bunuh diri. Karena apa, setelah saya melewati water cannon barakuda saya lihat ada jalan, saya masuk. Sempat terhenti di gerbang yang paling besar, tulisan selamat datang di Stadion Kanjuruhan, terhenti oleh Aremania. Dilempar-lempar tapi tidak sampai pecah. Karena dikira yang di dalam truk polisi, terus saya bilang, saya bawa suporter,” terangnya.
Perjuangannya masih belum usai. Baru beberapa meter jalan, di depan ia sudah menjumpai kendaraan aparat yang dibakar dengan kobaran api.
Ada celah jalan yang masih bisa dilalui, ia ambil. Namun, lagi-lagi, kaca truknya dilempari paving oleh suporter. Pecah seluruhnya seketika. Tinggal helm yang masih ia kenakan untuk menyelamatkannya.
Hingga akhirnya ia berhasil lolos dari amukan suporter dan keluar stadion. Meski kedatangannya sempat ditolak hingga ke rumah sakit kedua karena kondisi full pasien.
“Saya lewat kobaran api dua mobil terbakar ada celah, saya lewat terus ke kiri. Lalu truk saya habis. Jadi mulai dari kobaran api kedua dari depan itu kaca tengah saya pecah. Dilempar paving. Mengenai suporter yang saya bawa benjol. Saya tetap lanjut nyalakan sirine. Itu kesalahan saya akhirnya mengundang massa dan dilempar lagi sampai habis kaca saya. Untung saya masih pakai helm. Kasihan suporter tidak pakai apa-apa. Cuma bilang tolong pak tolong. Saya lanjut ke RSUD full, saya lanjut lagi ke RS Wava Husada. Saya berhenti di situ dengan keadaan sudah habis semua kaca,” imbuhnya.
Tak sempat menurunkan para korban, seingatnya, begitu tiba di RS Wava Husada, ia langsung pingsan setelah sempat sesak napas.
“Saya sampai tidak sempat nurunkan korban, saya pingsan dan sesak. Saya cuma luka lecet di tangan kena kaca. Saya siuman, yang saya lihat cuma security. Saya minta disembunyikan di pos satpam. Lalu saya ada yang manggil-manggil ternyata Propam namanya Pak Tri lalu saya dijemput Kembali ke mako,” pungkasnya.
Tragedi Kanjuruhan terjadi pada 1 Oktober 2022 pascapertandingan sepak bola di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Tercatat sebanyak 135 orang meninggal dunia dan 583 orang lainnya cedera dalam tragedi ini.(lta/abd/ipg)