Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menekankan pentingnya investasi kesehatan pada generasi muda guna mengoptimalkan pemanfaatan bonus demografi.
Indonesia pada 2030 hingga 2040 diperkirakan menghadapi bonus demografi. Itu adalah kondisi ketika proporsi penduduk usia produktif 15-64 tahun lebih besar dibandingkan dengan penduduk usia nonproduktif yakni 65 tahun ke atas.
“Jika investasi kesehatan pada generasi muda tidak didukung, maka populasi usia produktif akan menjadi sebuah beban, bukan lagi menjadi aset negara,” kata Indi Dharmayanti Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN dilansir Antara, Selasa (21/11/2023).
Menurutnya, investasi kesehatan pada generasi muda mencakup pelaksanaan upaya pencegahan dan penanganan masalah kesehatan jiwa pada remaja. Pada masa remaja, individu mulai mengurangi ketergantungan psikologis kepada orang tua dan membentuk identitas sebagai orang dewasa.
Dalam kondisi yang demikian, remaja menjadi rentan berkonflik dengan keluarga, teman, dan lingkungan sosialnya. Tekanan untuk menyesuaikan diri, upaya eksplorasi identitas, dan kesulitan-kesulitan yang muncul pada masa remaja, menurut dia, berisiko terhadap kondisi kesehatan jiwa.
“Remaja mungkin merasa bahwa harapan dari keluarga dan teman sebaya terlalu tinggi, sehingga menimbulkan perasaan stres dan putus asa,” ujarnya.
Apabila tidak ditangani dengan baik, maka masalah kesehatan jiwa pada remaja bisa berdampak pada produktivitas sumber daya manusia pada masa mendatang.
Sementara Wahyu Pudji Nugraheni Kepala Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi BRIN mengatakan, masalah kesehatan jiwa pada remaja berkaitan dengan faktor seperti depresi, kecemasan, stres, perundungan, dan kondisi keluarga.
Dia menyampaikan pentingnya promosi kesehatan jiwa serta peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan jiwa bagi remaja.
“Orang tua, guru, dan penyedia layanan kesehatan dapat memainkan peran penting dalam mengidentifikasi remaja yang rentan dan memberikan mereka dukungan serta sumber daya yang diperlukan,” katanya. (ant/saf/faz)