Jumat, 22 November 2024

BPK Diminta Mengaudit Dana Haji yang Dikelola BPKH

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Rofik Hananto anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Foto : istimewa

Rofik Hananto anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit dana haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Alasannya, terdapat kecurigaan dengan tidak optimalnya pemerintah dalam mengelola Dana Haji.

Hal ini, kata Rofiq, dilatarbelakangi oleh usulan Kemenag menaikkan Biaya haji yang sebelumnya sebesar Rp 39,8 juta pada tahun 2022 naik 2 kali lipat menjadi Rp 69,2 juta di tahun 2023.

Saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VIII DPR RI, kenaikan ONH (Ongkos Naik Haji) tersebut menurut Kemenag, didasari oleh keperluan menjaga keberlangsungan dana nilai manfaat di masa depan.

Selain itu, menurut MUI dan Konsul Jenderal RI di Jeddah, terdapat kenaikan pada tarif layanan masyair dari 1.000 riyal atau sekitar Rp4 juta menjadi 5.600 riyal atau sekitar Rp22 juta. Masyair adalah layanan transportasi dan akomodasi jemaah dari Mekkah ke Arafah.

Rofik mengatakan kenaikan biaya haji 2 kali lipat ini menjadi alarm bagi pemerintah untuk mereformasi manajemen haji di Indonesia.

“Manajemen haji memang perlu direformasi agar lebih efisien. Keuangan haji juga harus dipastikan yang punya hak hasil investasi bisa mendapatkan sesuai haknya. Jangan sampai juga ada yang berangkat haji sebenarnya menggunakan “uang” hak (hasil investasi) jamaah lainnya,” ujar Rofiq dalam keterangannya, Rabu (25/1/2023).

Menurut Fraksi PKS, berdasarkan temuan KPK, keuntungan pengelolaan dan investasi setoran awal dana haji Rp 25 juta per calon jamaah haji selama 20-30 tahun sudah berkurang bahkan habis digunakan pemerintah.

Salah satunya disebabkan oleh keuntungan pengelolaan dana haji diambil pemerintah untuk menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) dan Sukuk yang keuntungannya hanya 5% sedangkan inflasi 5,4% sehingga keuntungan untuk jamaah habis

Setelah menabung 20-30 tahun, seharusnya tiap calon jamaah haji mendapatkan bagi hasil sekitar Rp 55 juta. Tapi faktanya 70% keuntungan pengelolaan dana haji dijadikan SUN dan Sukuk oleh pemerintah.

Disaat yang sama, Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) sebagai perusahaan juga tidak memiliki modal sama sekali. Biaya pengelolaan serta gaji pegawai diambil dari keuntungan dana haji tersebut.

Akumulasi faktor itu semua membuat biaya indirect cost dana haji yang dulu sebesar 25 persen menjadi 50 persen, menyebabkan minus.

Rofik mengatakan pengelolaan dana haji yang kurang optimal ini menjadikan masyarakat yang terkena imbasnya, dimana masyarakat sendiri sudah memercayakan uangnya untuk dikelola dengan baik di Pemerintah.

“Anomali ONH Indonesia, salah urus dan kelola dana jamaah masyarakat yg kena imbasnya,” tutur Rofik

Imbas dari hal tersebut, Rofik mengatakan perlu adanya audit dari BPK terkait pengelolaan dana haji serta transparansi kepada publik.

“BPK harus mengaudit dana haji yang dikelola BPKH, dan selanjutnya hasil audit dipublikasikan ke publik, terkhusus calon jamaah haji,” tuntutnya.(faz/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
32o
Kurs