Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut bencana hidrometeorologi basah maupun kering yang terjadi di Indonesia masih dipengaruhi oleh cuaca yang bersifat regional.
“Indonesia itu tidak bisa ketika musim kemarau waspada kebakaran hutan dan lahan (karhutla) saja, atau saat hujan waspada banjir saja. Sebab kondisi kita sangat bergantung pada cuaca yang sangat regional,” kata Abdul Muhari Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB dilansir Antara pada Senin (17/7/2023).
Indonesia sebagai negara maritim dipengaruhi oleh lautan Pasifik-Hindia, sehingga menyebabkan pola musim yang bisa berbeda. Ketika kemarau tidak semua wilayah kering, begitu pula saat hujan tidak semua wilayah basah.
“Dalam dua minggu ini, kita masih dominan di bencana hidrometeorologi basah meskipun sudah memasuki musim kemarau. Pada tanggal 10-16 Juli 2023 ada 18 kali banjir, karhutla ada tujuh kejadian, meskipun intensitas hujan naik, di beberapa tempat kekeringan dan karhutla masih terjadi,” ungkapnya.
Ia menekankan dalam kondisi-kondisi seperti ini masyarakat harus mengerti bahwa Indonesia bisa saja mengalami banjir di musim kemarau, atau karhutla di musim hujan.
“Itu fenomena yang sangat biasa, jadi selalu kita tekankan di daerah, tidak bisa meningkatkan kewaspadaan hanya di satu atau dua jenis bencana saja,” imbuhnya.
Menurut Abdul, banjir masih melanda beberapa wilayah, di Sumatra tepatnya di Aceh Selatan, Aceh Tenggara, Kepulauan Mentawai, Padang Pariaman, Agam, Pasaman Barat, Padang, Pesisir Selatan, Bangka, dan Bangka Tengah. Sedangkan di Kalimantan yakni Kotawaringin Timur.
Daerah Indonesia timur juga cukup terdampak banjir, diantaranya Bolaang Mongondow, Sinjai, Kolaka Timur, Seram bagian barat, Kota Ambon, Kepulauan Sula, Halmahera Selatan, Halmahera Timur, dan Kota Tidore Kepulauan.
Namun, di Pulau Jawa bencana kebakaran lahan dan kekeringan justru dominan. Terutama di wilayah di Bogor, Sukabumi, Cirebon, Cilacap, Klaten, Blora, Pati, dan Situbondo.
“Meskipun di Pulau Jawa didominasi oleh bencana karhutla dan kekeringan, beberapa wilayah lain justru didominasi banjir. Sebab fenomena regional itu bisa membawa atau menarik awan hujan, sehingga dinamika cuaca di Indonesia sangat dinamis,” ucap Abdul.
Ia memaparkan, Pulau Jawa mengalami bencana kering ekstrem, karena mulai tanggal 10-15 Juli 2023 tidak ada awan hujan yang sangat signifikan, sehingga kebakaran lahan sering terjadi.
“Beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat juga sudah mulai merasakan kesulitan air bersih, sehingga kita mempersiapkan mobil-mobil tangki untuk mengambil dan mendistribusikan air kepada masyarakat,” pungkasnya.
Ia berpesan, masyarakat maupun pemerintah harus saling bekerja sama membuat perubahan yang signifikan untuk menangani bencana banjir maupun kekeringan, mulai dari memperbaiki dan mengatur tata guna lahan, rehabilitasi ekosistem, dan penanaman kembali daerah-daerah resapan air. (ant/bnt/saf/iss)