Jumat, 22 November 2024

Bertemu Taliban, Wasekjen PBB Soroti Pelanggaran Hak Perempuan

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Para pembela hak-hak perempuan Afghanistan dan aktivis sipil memprotes seruan kepada Taliban untuk mempertahankan prestasi dan pendidikan mereka, di depan istana kepresidenan di Kabul, Afghanistan pada September lalu. Foto: Dok/ Reuters

Amina Mohammed Wakil Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Wasekjen PBB) menyampaikan kekhawatirannya atas pelanggaran hak-hak perempuan Afghanistan, ketika bertemu degan rezim Taliban di Kandahar.

Rezim Taliban, yang merupakan otoritas de facto di Afghanistan, baru-baru ini menutup universitas untuk siswa perempuan di seluruh negeri sampai pemberitahuan lebih lanjut, dan melarang anak perempuan untuk bersekolah di tingkat menengah.

Selain itu, Taliban juga membatasi kebebasan perempuan dan anak perempuan, mengecualikan perempuan dari sebagian besar wilayah angkatan kerja, dan melarang perempuan menggunakan taman, pusat kebugaran, dan pemandian umum.

“Pesan saya sangat jelas: sementara kami mengakui pengecualian penting yang dibuat, pembatasan ini membuat perempuan dan anak perempuan Afghanistan mengalami masa depan yang mengurung mereka di rumah mereka sendiri, melanggar hak-hak mereka, dan merampas hak untuk layanan mereka,” kata Mohammed dalam sebuah pernyataan yang dikutip Antara, Sabtu (21/1/2023).

Dia menjelaskan bahwa PBB bertujuan mewujudkan “Afghanistan yang makmur dan berdamai dengan dirinya sendiri dan tetangganya”, dan berada di jalur menuju pembangunan berkelanjutan.

“Namun, Afghanistan saat ini sedang mengisolasi diri, di tengah krisis kemanusiaan yang mengerikan dan menjadi salah satu bangsa paling rentan terhadap perubahan iklim,” tutur Mohammed.

Menurut Farhan Haq Wakil Juru Bicara PBB, dalam pertemuan tersebut menyatakan kekhawatiran atas keputusan Taliban baru-baru ini yang melarang perempuan bekerja untuk organisasi non pemerintah, di tingkah nasional dan internasional.

Keputusan tersebut telah memaksa banyak organisasi bantuan baik dari dalam maupun luar Afghanistan untuk menghentikan operasinya.

“Sebuah langkah yang merusak pekerjaan banyak organisasi yang membantu jutaan warga Afghanistan yang rentan,” kata Haq.

PBB menegaskan bahwa pengiriman bantuan kemanusiaan tersebut efektif didasarkan pada prinsip-prinsip yang membutuhkan akses penuh, aman, dan tanpa hambatan untuk semua pekerja bantuan, termasuk perempuan.

Seperti diketahui, kembali berkuasanya Taliban di Afghanistan pada 15 Agustus 2021 lalu disusul dengan gangguan bantuan keuangan internasional yang kemudian memicu krisis ekonomi, kemanusiaan, dan hak asasi manusia di negara itu.

Perempuan dan anak perempuan telah dirampas haknya, termasuk hak atas pendidikan, dan hilang dari kehidupan publik di bawah kekuasaan Taliban.

Ribuan perempuan telah kehilangan pekerjaan atau dipaksa mengundurkan diri dari lembaga pemerintah dan sektor swasta.

Anak perempuan dilarang bersekolah di sekolah menengah dan atas. Banyak perempuan melakukan unjuk rasa dengan turun ke jalan guna menuntut agar hak-hak mereka dipulihkan. (ant/bil/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
32o
Kurs