Jumat, 22 November 2024

Beda dari BAP, Eks Kabag Ops Polres Malang Akui Tak Melihat Penembakan Gas Air Mata

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Kompol Wahyu Setyo Pranoto eks Kabag Ops Polres Malang (tengah), Kamis (26/1/2023). Foto: Meilita suarasurabaya.net

Terdakwa Kompol Wahyu Setyo Pranoto eks Kabag Ops Polres Malang memberi keterangan saat diperiksa sebagai saksi dalam sidang Tragedi Kanjuruhan, Kamis (26/1/2023) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Ia dihadirkan sebagai saksi dari kedua terdakwa lain yaitu Suko Sutrisno Security Officer dan Abdul Haris Ketua Panpel Arema FC. Wahyu diperiksa pertama dibanding dua terdakwa polisi lainnya yang juga dihadirkan di persidangan.

Pantauan suarasurabaya.net, pemeriksaan yang berlangsung sekitar satu setengah jam mulai pukul 10.00 WIB itu, terlihat jaksa beberapa kali menegur Wahyu atas kesaksiannya yang berbeda dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidik Polda Jatim sebelumnya. Salah satunya soal keterangan Wahyu yang mengaku melihat penembakan gas air mata.

“Saksi, dalam keterangan 60 saat penyidikan, saksi bilang, sesaat setelah saya melihat adanya penembakan flashball dari tribun selatan oleh Brimob, saya coba cari Perwira Seksi Operasi (Pasi Ops) yang sejak awal pertandingan ada di sebelah saya, untuk melarang anggota agar tidak menembakkan itu atau menghentikan itu. Betul itu keterangan saksi?” ujar jaksa menanyakan pada Wahyu.

Dalam sidang hari ini, Wahyu menganulir keterangannya sendiri dalam BAP. Ia mengaku tidak melihat saat penembakan gas air mata terjadi.

“Saya tidak lihat (petugas) menembak gas air mata. Saya memberi keterangan (dalam BAP) itu, karena lihat video (kejadian) saat pemeriksaan (BAP),” ujar Wahyu mengelak.

Selain menganulir keterangan BAP-nya sendiri, Wahyu juga membantah beberapa keterangan AKBP Ferli Hidayat mantan Kapolres Malang.

Pertama, Ferli mengaku tidak tahu sama sekali ricuh di dalam stadion karena ia berada di luar, mengamankan pemain Persebaya usai pertandingan. Ferli menyebut, ia baru tahu banyak korban ketika sampai di lobi dan diberitahu Wahyu.

Sementara keterangan Wahyu, usai pertandingan selesai, ia yang semula bertugas di dalam stadion bersama 300 personel polisi lainnya, langsung keluar stadion. Ia membantu pengamanan mobil barakuda pengangkut Pemain Persebaya yang sedang dihadang massa dan berlangsung ricuh. Ia baru kembali ke lobi usai kendaraan itu berhasil dievakuasi. Sampai lobi, Kapolres yang memberitahunya untuk segera mengevakuasi korban.

“Saat itu saya mengalami kerusuhan di luar, di depan. Tidak tahu (di dalam ada kerusuhan), tahunya (kerusuhan) yang ada di depan (mobil barakuda dihadang massa). (Tahu ada korban meninggal) saat di depan lobi, ketemu Kapolres, kelihatan korban-korban. (Hanya tahu) penembakan gas air mata di depan,” tegas Wahyu.

“Saat setelah ketemu kapolres, barakuda jalan kita sudah evakuasi, selesai barakuda jalan saya kembali ke lobi bertemu Kapolres saya laporkan ‘barakuda jalan bang.’ Kita evakuasi korban, Kapolres yang menyampaikan,” tegasnya lagi.

Kedua, Wahyu juga menyebut, seluruh anggota berada langsung di bawah kendali masing-masing perwira pengendali (Padal) tiap titik yang sudah dibagi. Seluruh Padal itu bertanggungjawab langsung pada Kapolres, bukan dia.

Pernyataan itu bertolakbelakang dengan Ferli yang menyebut, setiap anggota punya aturan diskresi. Harus bisa menilai situasi gawat dan mengambil keputusan meski harus melanggar aturan, dan dipertanggungjawabkan sendiri.

“Sesuai sprint sudah terbagi utara ada masing-masing pintu, ada pawas, Padal. Padal-Padalnya yang mengendalikan masing-masing sektor. (bergerak dengan arahan kendali) Kapolres selaku Ka Ops,” jelas Wahyu.

Ketiga, Wahyu juga menyampaikan terus berkoordinasi termasuk melaporkan kondisi di dalam stadion pada Kapolres selama ia berada di ring 1 (dalam stadion).

“Dari awal pertandingan, kami di utara kalau seandainya ada kejadian yang tidak saya lihat, dilihat Kapolres, Kapolres hubungi saya,” katanya.

Meski, saat chaos terjadi di dalam stadion usai penembakan gas air mata, Wahyu mengaku sudah pindah keluar dan tidak mendapat laporan dari Padal mau pun Danki brimob.

“Terakhir laporan (ke Kapolres) langsung setelah kami, Pak Kasat Samapta, dan teman Brimob berhasil evakuasi barakuda,” kata Wahyu.

Itu membantah keterangan Kapolres yang menyebut tidak pernah mendapat laporan sepanjang pertandingan.

Soal larangan gas air mata, menurut Wahyu itu tidak pernah diterangkan Kapolres. Selama tiga bulan bertugas sebagai Kabag Ops Polres Malang sejak Juni 2022, lanjut Wahyu, sudah ada tujuh pertandingan termasuk laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya yang selanjutnya menjadi Tragedi Kanjuruhan.

“Kami selama menjabat tiga bulan jadi kabag ops sudah tujuh kali pertandingan dengan kemarin. 6 pertandingan sebelumnya, brimob dan samapta selalu bawa perlengkapan. Membawa (gas air mata) seyogyanya karena sesuai sprint,” bebernya.

Termasuk dalam dua kali rapat koordinasi (rakor) tanggal 15 September 2022 yang hanya diikuti internal Polres Malang dan 28 September 2022 diikuti semua pihak yang terlibat, lanjut Wahyu, tidak pernah dijelaskan soal larangan gas air mata.

Larangan itu juga tidak disampaikan Kapolres selaku Ka Ops Res Pam saat memimpin apel.

“Seingat kami (Kapolres hanya menyampaikan) dilarang senpi, tindakan kekerasan eksesif, padal bertanggung jawab penuh kegiatan anak buahnya,” jelasnya.

Dalam kesaksiannya Wahyu juga mengakui bahwa notulen hasil rapat koordinasi itu baru dibuat tanggal 3 Oktober setelah Tragedi Kanjuruhan terjadi. Sementara sebelum pertandingan, ia hanya melaporkan ke Kapolres secara lisan.(lta/dfn/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
29o
Kurs