Tri Kurniawati Ahli Gizi Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, buka suara soal kasus Muhamamad Kenzie Alfaro, bayi berusia 16 bulan yang mengalami obesitas karena diberi susu kental manis.
Ia menyatakan, susu kental manis memiliki efek buruk jika diberikan pada anak dengan jumlah yang banyak, bahkan menurutnya bukan hanya berdampak obesitas saja.
“Susu kental manis 50 persen kandungannya adalah gula, bukan susu yang terbuat dari bahan cair, jadi memicu anak cepat kenyang, sehingga tidak mengonsumsi makanan lainnya,” ucap dosen Kesehatan Gizi dan Anak Usia Dini tersebut, pada Kamis (23/2/2023).
Ia mengatakan, hal itu berdampak pada kebutuhan zat gizi lain tidak terpenuhi, seperti energi, protein, lemak, karbohidrat, air, vitamin, dan mineral. Yang seluruhnya tidak terdapat pada susu kental manis karena tidak memiliki mikronutrien yang dibutuhkan anak.
“Pemenuhan dari vitamin larut dalam lemak dan vitamin larut dalam air yaitu vitamin B kompleks yakni B1, B2, Niacin, B6, asam pantotenik, biotin, asam folat, dan B12 serta vitamin C. Mineral diantaranya berupa Zink, Yodium serta Fe. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di Pulau Jawa dan NTT menunjukkan rutin mengkonsumsi susu kental manis juga dapat membawa gangguan status gizi pada balita,” jelasnya.
Kemudian, anak yang mengonsumsi susu kental manis dengan jumlah banyak juga dapat berdampak pada perkembangan kognitif anak, yang tidak berkembang secara maksimal.
“Masa balita sangat penting, karena masa yang kritis dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang,” ujarnya.
Terlebih lagi, kata dia, triwulan kedua dan ketiga masa kehamilan serta dua tahun pertama pasca kelahiran merupakan masa emas dimana sel-sel otak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.
“Adanya gangguan kesehatan akan membawa dampak terhadap laju tumbuh kembang tubuh anak, sedangkan salah satu faktor yang dapat menentukan daya tahan tubuh seseorang anak adalah keadaan gizinya,” ujarnya.
Lebih lanjut, kata dia, berdampak juga pada produktivitas dan gangguan kesehatan pada saat dewasa, karena pemenuhan gizi tidak seimbang sehingga sistem imun terganggu, dan rentan akan terserang penyakit.
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa peduli terhadap gizi anak sangat penting, karena mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Ia menyebut usia 0-24 bulan merupakan masa kritis bagi anak, karena menurutnya, di masa itulah periode tumbuh kembang yang paling optimal dan baik untuk intelegensi maupun fisiknya.
“Periode itu dapat terwujud apabila anak mendapatkan asupan gizi sesuai dengan kebutuhannya secara optimal,” pungkasnya.(ris/abd/ipg)