Jumat, 22 November 2024

Bareskrim Polri Selidiki Aliran Dana Dua Tersangka TPPO Myanmar

Laporan oleh Wildan Pratama
Bagikan
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menampilkan alur keberangkatan 25 WNI jadi korban TPPO di Myanmar dalam ekspor kasus di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (16/5/2023). Foto: Antara

Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri belum menjerat dua tersangka perdagangan manusia 25 WNI ke Myanmar dengan sangkaan pasal pencucian uang.

Sekarang, Bareskrim Polri bakal menyelidiki aliran dana kedua tersangka tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri mengatakan, hasil penyidikan sementara yang dilakukan belum ditemukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan kedua tersangka.

“Memang belum ada TPPU hanya akan kami lidik alirannya,” ujarnya, Kamis (18/5/2023).

Sekedar diketahui, dua tersangka TPPO itu adalah Anita Setia Dewi dan Andri Satria Nugraha. Mereka bukan pasangan suami istri tapi rekan kerja yang ditangkap pada Selasa (9/5/2023) lalu di Kabupaten Bekasi Jawa Barat.

Dari hasil penyidikan dua tersangka, mereka sudah merekrut 16 dari 25 WNI korban TPPO di Myanmar. Tim Penyidik menjerat keduanya dengan Pasal 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang (TPPO) atau Pasal 18 Undang-Undang Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Sebelumnya, Djuhandhani mengatakan penyidik sudah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana para tersangka, termasuk perusahaan yang terlibat dengan para tersangka, juga untuk mencari tau apakah ada keuntungan yang didapat para tersangka dari praktik ilegal yang dilakukannya.

“Nanti dari hasil tracing PPATK kami akan mengetahui seberapa keuntungan yang didapat dari para pelaku terkait 25 WNI ini,” sebutnya.

Dari hasil penyidikan, diungkapkan pola perekrutan yang dilakukan kedua pelaku dengan tawaran kerja ke Thailand melalui kerabat, teman, atau kenalan.

Kemudian, korban dibantu pengurusan paspor oleh pelaku dan dilakukan wawancara oleh pengguna dengan menggunakan fitur panggilan video. Beberapa korban pekerja migran nonprosedural itu sempat ditampung di sebuah rumah dan apartemen tempat ditangkapnya kedua pelaku.

Sedangkan yang menjadi modus operandi kejahatan itu adalah tanpa menggunakan perusahaan penempatan pekerja migran kemudian tanpa menggunakan visa kerja, korban hanya dibekali surat tugas dari Indonesia adalah CV Prima Karya Gemilang dan tanda pengenal untuk mengelabui petugas Imigrasi.

Selanjutnya, korban diberangkatkan ke Bangkok, Thailand dengan alasan untuk wawancara dan seleksi kerja, apabila diterima akan diterbitkan visa kerja.

Korban dibekali tiket pulang-pergi Jakarta-Bangkok, selanjutnya diseberangkan ke Myanmar secara ilegal melalui perbatasan Maysot.

Pelaku menawarkan pekerjaan dengan dijanjikan sebagai marketing operator online bergaji antara Rp12 juta sampai Rp15 juta per bulan, serta ada komisi bila mencapai target, dengan waktu kerja 12 jam per hari dan enam bulan sekali bisa cuti, bisa kembali ke Indonesia.

Knyataannya, para pekerja dieksploitasi, diberikan kontrak kerja Bahasa China yang tidak dimengerti oleh para pekerja. Korban dipekerjakan di perusahaan online scams milik warga negara Tiongkok, ditempat di sebuah tempat yang tertutup dijaga oleh orang-orang bersenjata.

Janji kerja 12 jam, realitasnya 18 jam, korban dipekerjakan dari pukul 20.00 sampai dengan 14.00. Untuk gaji tidak pernah diberikan, korban hanya menerima Rp3 juta bahkan belum diberikan gaji.

Apabila korban tidak mencapai target, maka akan diberi sanksi berupa potongan gaji termasuk tindakan fisik dan kekerasan fisik berupa dijemur, skotjam, beberapa ada yang menerima kekerasan berupa pukulan, dan dikurung.(ant/wld/rid)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
32o
Kurs