Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) melakukan penelitian di mana hasilnya pekerjaan di bidang administrasi kemungkinan besar menjadi yang paling terdampak artificial intelligence (AI) generatif.
Rupanya hal ini juga yang dikhawatirkan oleh kalangan notaris. Novita Ratna Deviani notaris membahasnya dalam disertasi yang dipaparkan disidang terbuka doktor yang digelar di Fakultas Hukum Universitas Airlangga beberapa waktu lalu.
Dalam keterangan yang diterima suarasurabaya.net pada Senin (4/9/2023), Novita menyorot tentang konstruksi hukum cyber notary di Indonesia. Bertujuan agar notaris dapat menjalankan tugas-tugasnya secara elektronik.
Namun, kaidah utama dalam kerja notaris seperti verifikasi, otentikasi, dan otorisasi tetap harus dipatuhi seperti ketentuan dewasa ini. Hanya mekanismenya saja yang dilakukan mengandalkan teknologi siber.
Dia menyebut hukum di Indonesia sejatinya sudah mengakui bukti otentik berbentuk elektronik. Dalam disertasinya, Novita menemukan kekuatan mengikat akta notaris yang menggunakan teknologi siber sejatinya sama dengan akta notaris konvensional.
“Informasi elektronik dapat memenuhi kaidah keotentikan jika mampu memenuhi fungsi kerahasiaan, integritas, ketersediaan, otorisasi, otentikasi, dan non- repudiasi saat dibuat, disimpan, diproses, dikirimkan, dan diterima oleh pihak lain secara elektronik,” katanya.
Ami Raditya notaris sebagai salah satu penguji setuju jika notaris harus mengadopsi revolusi industri 5.0. Tapi dia meminta terminologi cyber notary digunakan secara cermat dan hati-hati. Sebab, cyber notary bisa dimaknai kerja kenotariatan sepenuhnya mengandalkan teknologi digital, tanpa keterlibatan manusia.
“Secara istilah, cyber notary berarti notarisnya bukan manusia, melainkan artificial intelligence,” sebut Ami.
Katanya, diksi yang paling tepat adalah e-notary. Di mana teknologi dikendalikan notaris untuk membuat kerja kenotariatan lebih efisien namun tetap memenuhi kaidah fundamental kenotariatan.
“Namun, semua tetap bermuara pada keputusan akhir seorang notaris untuk menjadi pejabat yang mengesahkan sebuah akta itu otentik atau tidak,” tegasnya. (saf/ipg)