Harga berbagai macam produk konsumsi masyarakat sehari-hari diprediksi melonjak. Seiring dengan wacana pengenaan cukai plastik dan minuman bergula dalam kemasan (MBDK) mulai 2024.
Adhi S. Lukman Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman seluruh Indonesia (Gapmmi) mengatakan, pihaknya sempat melakukan simulasi penerapan cukai memengaruhi kenaikan harga produk sampai 30 persen.
Kebijakan pengenaan cukai akan berdampak pada penjualan dan kinerja industri makanan dan minuman di Indonesia.
Sementara Fajar Budiyono Sekretaris Jenderal Industri Plastik Indonesia (Inaplas) mengatakan, cukai plastik justru menjadi tantangan baru bagi industri untuk mengatur ulang kategorisasi permesinan. Bahkan industri plastik terancam mengeluarkan cost lebih tinggi dengan modal mesin baru.
Pengenaan cukai bisa memicu peningkatan ongkos produksi. Dengan kondisi tersebut pelaku usaha diprediksi akan lebih memilih untuk impor produk plastik. Imbasnya tenaga kerja industri akan terpangkas.
Menanggapi hal tersebut, Elia Mustikasari dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (Unair) menjelaskan bahwa cukai merupakan salah satu lumbung penghasilan negara. Jika penghasilan negara dari pajak adalah 70 persen, maka pendapatan dari cukai mencapai sembilan hingga sebelas persen dari jumlah tersebut.
Elia menjelaskan, pendapatan negara dari cukai terus meningkat dari tahun ke tahun. Dia mencontohkan, pada 2015 lalu pendapatan negara dari cukai mencapai Rp144 triliun. Sementara pada 2019 mencapai Rp172 triliun. Melonjaknya jumlah pendapatan ini dipicu oleh cukai rokok.
“Kalau ngomong soal plastik, itu adalah barang yang dibutuhkan kehidupan manusia. Kita tidak bisa menghindari kebutuhan akan plastik. Barang dari belanja online, semua dilindungi plastik, dokumen yang dikirim juga pasti dilindungi kemasan plastik. Jadi kebutuhan akan plastik tidak bisa dihindari,” katanya dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Rabu (22/11/2023) pagi.
Ketua Bidang Akuntan Pajak Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jatim (IAI Jatim) periode 2022-2026 tersebut mengamini bahwa sampah plastik di Indonesia nomor dua di bawah China. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut, terdapat 175 ton sampah di Indonesia per hari, dan 15 persen di antaranya adalah sampah plastik.
“Produk plastik bukan hanya kantong plastik saja ya. Tapi juga kemasan pengiriman barang, penjualan barang online yang semuanya menggunakan plastik,” terangnya.
Menurutnya, masalah utama bukan semata-mata perkara kuantitas yang kelewat besar, melainkan penanganan sampah plastik yang belum efektif dan maksimal. Ditambah dengan edukasi penggunaan plastik yang dianggap sangat minim serta aturan penggunaan plastik itu kurang ketat.
Elia menyebut, secara pribadi dia setuju dengan wacana kenaikan cukai ini. Dengan catatan pengenaan cukainya harus menggunakan metode discrimination in intend.
Maksudnya, pemungutan ini bukan semata-mata untuk meningkatkan penghasilan negara, melainkan juga penghasilan dari hasil pemungutan ini digunakan untuk mengendalikan konsumsi plastik dan pengelolaan sampah plastik.
“Plastik termasuk barang berbahaya, sehingga penggunaan plastik perlu dikendalikan. Sampah plastiknya pun perlu ditangani dengan bagus. untuk itu pemerintah butuh dana, sehingga ada pengenaan cukai plastik. Saya setuju jika penggunaan untuk discrimination in intend,” terangnya.
Elie menyebut pengenaan cukai plastik dan minuman bergula dalam kemasan (MBDK) mulai 2024 tentu saja akan berdampak ke masyarakat. Namun berapa persen kenaikannya, itu yang harus dihitung. Sebab per jenis produk pasti berbeda-beda.
“Oleh sebab itu pemerintah harus hati-hati. Jangan hanya menerapkan cukai untuk menaikkan penghasilan, tapi juga mendorong riset pengganti plastik,” harap Elia. (saf/iss)