Hasto Wardoyo Kepala BKKBN Indonesia mencatat, 3.950 perempuan Jawa Timur (Jatim) yang sudah menikah, berpotensi melahirkan anak stunting. Penyebabnya, calon ibu tersebut memiliki tubuh kurus akibat gizi yang kurang tercukupi.
Sebagai upaya menekan angka stunting sebanyak 14 persen pada 2024, Hasto mengajak Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jatim beserta kepala daerah lainnya untuk bersama-sama memberikan intervensi kepada mereka.
“Yang terlalu kurus ada 3.905 orang, saya punya alamatnya dan nama-namanya. Yang anemia ringan juga cukup banyak. Mereka ini kalau hamil anaknya stunting,” tutur Hasto pada Selasa (18/7/2023).
Hasto menjelaskan, intervensi yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah memberi bantuan makanan bergizi dan pengecekan kesehatan secara berkala melalui posyandu.
Selain badan kurus oleh calon ibu, faktor lain yang memengaruhi lahirnya anak stunting adalah ibu hamil di usia di bawah 20 tahun.
Menurut data yang disampaikan Hasto, ada 26.309 perempuan menikah yang melapor ke BKKBN. Namun 1.675 orang di antaranya masih di bawah usia 20 tahun.
“Nanti kita bisa bekerja sama untuk didampingi,” katanya.
Fakta-fakta tersebut harus menjadi perhatian semua pihak apabila ingin menurunkan prevalensi stunting nasional dari 21,6 persen menjadi 14 persen secara nasional pada 2024.
Target penurunan stunting ini menjadi agenda penting untuk menyukseskan bonus demografi 2045, yaitu menciptakan generasi emas Indonesia.
“Indonesia akan menghadapi bonus demografi. Di mana sangat dibutuhkan sumber daya manusia yang unggul dan produktif,” katanya.
Hasto juga mengutarakan, pihak Kementerian Kesehatan pada bulan September nanti akan mengecek angka stunting secara nasional. Dirinya optimis angka stunting bisa menurun jadi 17 persen di akhir tahun.
“Kalau akhir tahun 17 persen, maka tahun 2024 bisa 14 persen,” ungkapnya.
Sementara itu, Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jatim mengapresiasi kolaborasi TNI AL bersama BKKBN yang melakukan Program Keluarga Keren Bebas Stunting di Kabupaten Sumenep, Madura hari ini.
Menurut Khofifah, kolaborasi TNI AL bersama BKKBN ini menjadi langkah yang efektif untuk menurunkan stunting di seluruh kabupaten/kota di Jatim.
Gubernur Jatim itu menuturkan, data prevalensi stunting di Jatim mengalami penurunan yang konsisten dalam tiga tahun terakhir.
Terbukti, pada tahun 2020, prevelensi stunting di Jatim mencapai 25,6 persen. Kemudian tahun 2021 turun 23,5 persen, dan di tahun 2022 kembali turun menjadi 19,2 persen.
“Angka yang terus turun ini, patut disyukuri karena saat ini telah di bawah standar WHO di angka 20 persen,” ucapnya. (wld/saf/ham)