Jumat, 22 November 2024

25 KK di Dukuh Pakis Surabaya Digusur Karena Tinggal di Tanah Sengketa

Laporan oleh Wildan Pratama
Bagikan
Suasana eksekusi tanah sengketa di Kawasan Dukuh Pakis IV A, petugas dan warga berbondong-bondong membawa barang mereka, Surabaya, (9/8/2023). Foto: Istimewa.

Sekitar 25 Kartu Keluarga (KK) di Jalan Dukuh Pakis IV A, Kecamatan Dukuh Pakis, Surabaya harus mengosongkan rumahnya karena tinggal di atas tanah sengketa selama puluhan tahun.

Anik Suwardi salah seorang warga mengaku sudah 45 tahun tinggal di rumah tersebut. Namun Anik tidak tahu kalau rumahnya berdiri di atas tanah sengketa.

“Kami tidak terima, padahal selama ini kami juga membayar pajak,” kata Anik, Rabu (9/8/2023).

Anik bersama puluhan warga lainya mengaku belum pernah mendapat sosialisasi untuk eksekusi ini. Namun hari ini Juru Sita Pengadilan Negeri (PN) Surabaya datang bersama 430 personel keamanan dari TNI-Polri.

Oleh sebab itu, waktu petugas melakukan eksekusi sempat bersitegang dengan warga. Puluhan warga itu meminta petugas meminta penundaan, supaya ada waktu bagi warga untuk mencari tempat tinggal sementara.

Sebagai informasi, eksekusi 28 rumah ini bermula dari gugatan perdata oleh Weni Oentari kepada Sidik Dewanto mantan suaminya, serta turut tergugat lainnya yaitu Harjo Soerjo Wirjohadipoetro dan Rudy Setiawan. Gugatan itu sudah berlangsung sejak 2019 silam.

Sujianto Kuasa Hukum Weni menjelaskan, lahan seluas 2.962 meter persegi itu merupakan harta gono gini milik Weni dalam pernikahannya bersama Sidik Dewanto selama 37 tahun silam.

Proses pembagian harta gono gini berupa lahan itu kemudian dicatatkan pada akta Nomor 18 di hadapan Natalya Yahya Puteri Wijaya Notaris pada 24 Mei 2011.

Bertahun-tahun kemudian, lahan milik Weni itu tak kunjung diberikan dalam keadaan kosong oleh Sidik, bahkan sudah berubah menjadi permukiman. Selain itu, sertifikat tanah juga masih mengatasnamakan pemilik sebelumnya, Harjo Soerjo Wirjohadipoetro.

Sementara, warga sudah menempati lahan itu sekitar tahun 1978 karena dipersilakan oleh pemilik sebelumnya, yaitu Harjo Soerjo Wirjohadipoetro.

“Pak Harjo mempersilakan warga untuk menempati saja, bukan memiliki, menempati saja,” tegas Sujianto.

Namun pada 7 Agustus 1993 ternyata Soerjo menjualnya asetnya kepada Sidik. Penjualan itu tercatat dalam Akta Ikatan Jual Beli Nomor 93 yang dibuat di hadapan notaris Soetjipto.

Kemudian, Weni mengajukan gugatan perdata ke PN Surabaya yang akhirnya dia menangkan pada 2021 silam.

Lalu berdasarkan dengan penetapan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Nomor 11/EKS/2021/PN Sby jo Putusan Nomor 944/Pdt.G/2019/PN Sby, tanggal 9 Mei 2023, pengadilan melalui juru sitanya pun melakukan eksekusi.

Selain itu, Sujianto juga membantah pernyataan warga yang menyebut tidak ada sosialisasi eksekusi pada hari ini. Sujianto menyatakan sosialisasi sudah dilakukan jauh-jauh hari.

“Satu minggu sebelumnya sudah dilakukan sosialisasi dan dimediasi oleh Polrestabes Surabaya. Namun karena belum melakukan pengosongan, ya kami mohonkan kembali ke pengadilan,” tutur Sujianto. (wld/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
36o
Kurs