Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) tengah mengajukan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), perihal penonaktifan sebanyak lebih 10 ribuan data warga.
Para warga tersebut, tercatat sudah pindah dari alamat KTP-nya di Kota Pahlawan. Adapun data lebih 10 ribuan warga tersebut, berdasarkan laporan perangkat kelurahan seperti RT/RW, karena yang bersangkutan sudah tidak berada di rumah, atau tempat domisili KTP.
Kata Agus Imam Sonhaji Kepala Dispendukcapil Surabaya, tujuannya agar si pemilik data bisa segera mengurus dan mengupdate data Administrasi Kependudukan (Adminduk)-nya, sesuai dengan kondisi saat ini (de facto).
“Jadi prinsipnya, de facto itu (harus) disamakan dengan de jure-nya (data tercatat). Harapannya orang yang tinggal di suatu tempat, benar-benar ada disana, dan kalau ada yang sudah pindah ke tempat lain lebih dari setahun (paling lambat) harus sudah melaporkan kepindahan dirinya. Lapor kemana? ke dispendukcapil semula (Surabaya) untuk dibawa ke dispenduk luar kota tujuannya,” ujar Agus saat mengisi program Semanggi Suroboyo, Jumat (19/5/2023).
Kecuali untuk warga yang hanya pindah antar kelurahan/kecamatan, kata Agus, bisa hanya dengan melapor kepada perangkat kelurahan setempat tanpa harus ke dispendukcapil.
Dia menjelaskan, seluruh peraturan tersebut tercantum telah di Undang-Undang No. 23 tahun 2006 tentang Adminduk. Disebutkan kalau data valid penduduk sangat dibutuhkan baik oleh pemerintah maupun masyarakat.
“Kalau warga pasti kan dia butuh, wong (semisal) ke hotel aja dimintai KTP, bayar pajak dimintai NIK dan sebagainya. Sementara kalau pemerintah memang membutuhkan informasi detail siapa yang dilayani, umur berapa, kerja apa. Data itu diperlukan pemerintah, sehingga kalau merancang program pembangunan/pengentasan kemiskinan maupun beasiswa, base on data yang valid,” jelas Agus.
Warga yang datanya dinonaktifkan, otomatis tidak bisa mengurus suatu pelayanan publik, kecuali telah melakukan konfirmasi dan pengurusan ulang ke kota domisili awal. Agus juga menjelaskan langkah penonaktifan tersebut untuk mendisiplinkan penduduk.
Selain itu, ada faktor lain seperti banyaknya laporan masyarakat yang jadi korban salah alamat penagihan hutang/pajak, karena pemilik rumah seleumnya yang masih memiliki tanggungan.
“Itu ngeriwuki (mengganggu) pemilik rumah yang baru. Contohnya karena tagihan pajak, hutang, Mereka (pemilik rumah baru) melaporkan ke dukcapil karena diterror oleh debt collector (penagih hutang),” beber Agus.
Meski demikian, Agus menegaskan kalau 10 ribuan data penduduk yang diajukan penonaktifannya ke Kemendagri tersebut hanya segelintir saja dari jumlah warga Kota Pahlawan yang saat ini mencapai sekitar 3.157.126 jiwa.
Menurutnya, ketertiban warga Surabaya mengurus dalam Adminduk sangat jauh lebih baik dibandingkan dengan kabupaten/kota lain. Aktivitas warga Surabaya yang mengajukan permohonan kependudukan seperti ganti alamat, update data pendidikan, gelar, pengajuan akta kelahiran/kematian seharinya bisa mencapai 3000-an.
“Kadang-kadang hari tertentu bahkan bisa hampir 4000. Saya rasa ini suatu lompatan yang luar biasa banyak, dulu 1000an, tapi sekarang bisa tiga sampai empat kali lipat,” terangnya.
Hal tersebut, kata Agus, seiring kemudahan akses pelayanan publik yang sekarang sepenuhnya digital. Dia mencontohkan pada tahun 2021 saat Covid-19 varian delta menyerang, hingga banyak korban jiwa, banyak masyarakat langsung mengurus akte kematian.
“Pada saat itu tambah kenceng (cepat) pengajuan akta meninggal. Kalau biasanya banyak orang menunda karena menganggap proses ribet, pada saat itu langsung mengurus semua. Ini bukti kemudahan (pelayanan) yang memang terus ditingkatkan,” ucapnya.
Sementara soal pekerjaan rumah kedepan, Dispendukcapil terus mengejar masyarakat yang belum melakukan perekaman KTP-elektronik, sesuai target Kemendagri. Warga di Surabaya yang sudah melakukan perekaman KTP-el masih 99,7 persen.
Sebagian yang belum melakukan perekaman, menurutnya adalah Lansia. Meski jumlahnya tidak diatas 50 persen, tapi masih kategori banyak.
“Targetnya memang 100. Tapi ada kelonggaran akhir 2023 dikasih target seluruh kabupaten/kota 99,7 persen. Ini kalau kita pantau (kendalanya) memang sebagian besar warga Kota Surabaya merasa tidak butuh, mereka masih pakai KTP lama, belum KTP-el,” bebernya.
Untuk itu, Pemkot akan terus mengejar jumlah kurang tersebut, dengan memanfaatkan RT/RW di tingkat kelurahan.
“Mohon yang belum, segera mengupdate data dirinya, tapi kalau tidak kunjung kami mohon izin untuk menonaktifkan data dirinya,” pungkasnya. (bil/ipg)