Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menargetkan pada tahun 2023 tidak ada lagi warga yang Buang Air Besar Sembarangan (BABS) atau Open Defecation Free (ODF).
Agus Hebi Djuniantoro Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya menyatakan, berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya, ada sekitar 8000 lebih keluarga di Kota Pahlawan yang belum memiliki jamban. Namun, data tersebut dihitung berdasarkan jumlah KK dan bukan rumah tinggal.
“Jadi data Dinkes itu dihitung per keluarga (KK), padahal dalam satu rumah bisa ditinggali oleh dua hingga empat KK. Makanya kita juga akan kroscek ulang data tersebut,” ungkap Hebi, Rabu (2/11/2022).
Selain dihitung berdasarkan KK, sebagian besar warga yang belum memiliki jamban ini juga tinggal di rumah yang status tanahnya bukan hak milik. Misalnya, warga itu tinggal di tanah milik PT KAI atau Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS).
“Setelah kita cek ke bawah, memang yang banyak itu warga yang tinggal di tanahnya BBWS, PT KAI. Jadi, status kepemilikan tanah yang dihuni warga juga menjadi kendala bagi kami untuk memberikan intervensi,” terangnya.
Oleh sebabnya, Hebi menyatakan, pada tahun 2022 ini, pihaknya akan mengubah Peraturan Walikota (Perwali) Nomor 32 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Perwali No 14 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Pembuatan Jamban di Kota Surabaya. Dengan demikian, yang menjadi syarat penerima bantuan jamban ke depan bukan status tanah, melainkan pertimbangan kesehatan dan lingkungan.
“Makanya langkah awal yang kita laksanakan adalah mengubah Perwali. Misal di situ (Perwali) diatur, sudah lebih 10 tahun tinggal di sana, bisa mendapatkan bantuan jamban. Jadi pertimbangannya bukan status tanah, tapi kesehatan dan lingkungan,” ungkap dia.
Ia pun mengungkapkan data pembangunan jamban di Kota Surabaya. Pada tahun 2021, sebanyak 400 jamban telah dibangun. Sedangkan tahun 2022, dialokasikan sebanyak 300 jamban.
“Sementara tahun 2023, anggaran kita proyeksikan untuk 2000 jamban. Nanti kita kroscek lagi data kebutuhannya, mungkin bisa ditambah juga melalui PAK (Perubahan Anggaran Keuangan),” tuturnya.
Hebi juga menyebutkan, bahwa bantuan program jamban ini dianggarkan sekitar Rp4,4 juta per keluarga yang merupakan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Sedangkan proses pembangunannya, dilaksanakan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
“Jadi satu jamban anggarannya sekitar Rp4,4 juta. Itu sudah termasuk kloset, septic tank dan pembuatan sumur resapan. Dan yang mengerjakan adalah KSM, bisa dari MBR,” jelasnya.
Untuk mencapai target 2023 tidak ada lagi warga yang BABS tersebut, Pemkot bersinergi bersama Badan Amil Zakat Nasional (Banzas) Kota Surabaya menggenjot pembangunan jamban bagi warga yang belum memiliki.
Di tempat terpisah, Moch Hamzah Ketua Ketua Baznas Surabaya memaparkan, bahwa pada tahun 2022 ini pihaknya mengalokasikan 1000 pembangunan jamban untuk warga yang belum memiliki. Dari jumlah tersebut, 500 di antaranya telah selesai.
“Tahun 2022 ini alokasinya 1000 jamban. InsyaAllah sudah tergarap sekitar 500an. Kita upayakan kurangnya sekitar 500 ini pada akhir November atau awal Desember 2022 selesai,” kata Moch Hamzah.
Selain itu, Hamzah juga menjelaskan, bahwa pembangunan jamban yang dilakukan Baznas menyasar kepada warga dengan KTP dan domisili Surabaya. Penerima bantuan jamban dari Baznas ini yang tidak bisa dicover melalui APBD Surabaya. Misalnya warga itu terkendala soal status tanah yang bukan hak milik.
“Jadi pengajuannya dari kader ke puskesmas dan diteruskan ke Dinkes. Oleh Dinkes kemudian dikoordinasi dengan Baznas untuk intervensi warga yang tidak bisa melalui anggaran APBD,” kata dia.
Ia mengungkapkan, bahwa pada tahun 2023 mendatang, pihaknya berencana menaikkan alokasi anggaran untuk pembangunan jamban dari tahun 2022. Alokasi itu akan segera disusun dalam Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) tahun 2023.
“Kalau anggaran nanti cukup kita naikkan tahun 2023. Supaya tahun 2023 Surabaya bebas dari BAB sembarangan. Dari 1000 di tahun 2022, mungkin kita naikkan maksimal menjadi 3000 tahun 2023,” pungkasnya. (dfn/rst)