Sidang terakhir dengan agenda pemeriksaan MSAT terdakwa kasus dugaan pencabulan santriwati Pondok Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah Jombang berlangsung selama 10 jam di Pengadilan Negeri Surabaya pada Senin (3/10/2022) kemarin.
Sidang yang digelar di Ruang Cakra PN Surabaya itu dimulai sekitar pukul 09.30 WIB dan berakhir pukul 20.00 WIB. Sidang sempat ditunda atau diskors sebanyak tiga kali.
Dalam sidang sebelum pembacaan tuntutan oleh JPU pada pekan depan, terdakwa yang biasa dipanggil Mas Bechi ini mengakui dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sempat dibantah.
Ini dijelaskan oleh Tengku Firdaus Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jombang sekaligus tim JPU usai sidang berlangsung. Ia mengatakan, dalam sidang pemeriksaan terdakwa justru ditemukan fakta-fakta baru yang diakui sendiri oleh MSAT.
“Dari keterangan terdakwa malah kita dapatkan fakta-fakta baru. Jadi ada beberapa barang bukti yang kita putarkan,” kata Firdaus, Senin (3/10/2022) malam.
Barang bukti itu di antaranya rekaman video pernyataan MSAT bahwa ia seorang mursyid, sehingga bisa menikahkan dirinya dengan siapa saja.
“Ada rekaman terkait pengakuan terdakwa sebagai mursyid bahwa dia bisa menikahkan dirinya dengan siapa saja yang ia kehendaki dan tidak melanggar peraturan dan kesusilaan. Itu dibenarkan oleh terdakwa,” ujarnya.
Begitu juga dengan salah satu pengurus Shiddiqiyyah yang sempat mengintimidasi saksi agar tidak hadir dalam pemeriksaan sidang, serta menjanjikan jaksa sudah dikondisikan.
“Kemudian tadi ada foto, ada foto salah satu pengurus yang datang kepada saksi, meminta saksi tidak bersaksi. Kemudian menyampaikan bahwa kejaksaan sudah dikondisikan. Itu dibenarkan juga oleh terdakwa bahwa orang yang bersangkutan itu bagian dari Shiddiqiyyah,” tambahnya.
Termasuk terdakwa juga mengakui pernah berpacaran dengan salah satu santri, lalu dilaporkan atas kasus lain yang kemudian dicabut. Meski menurut Tengku Firdaus, Bechi enggan menjelaskan mengenai detil perkara.
MSAT juga mengaku menandatangani surat pemecatan 13 santri pada 2018 lalu, atas dasar adanya fitnah yang tersebar bahwa ia mencabuli beberapa santri.
Tim jaksa menilai apa yang disampaikan MSAT selama ini tidak konsisten. Saat mendengarkan keterangan saksi korban ia membantahnya. Namun saat diperiksa kemarin ia justru mengakui.
“Itu hak terdakwa, memang punya hak ingkar. Dia punya hak bebas menjelaskan semuanya,” kata Firdaus lagi.
Sementara itu I Gede Pasek Suardika Ketua Kuasa Hukum MSAT menyatakan usai seluruh saksi termasuk a de charge, yang meringankan terdakwa diperiksa, timnya menyerahkan pada JPU dan majelis hakim.
“Saya kira segalanya kita serahkan sekarang dengan kearifan jaksa penuntut umum dan majelis hakim sebagai lembaga negara yang ditugaskan mengawal keadilan. Kita berharap JPU bisa menghitung fakta-fakta yang ada di persidangan dengan apakah peristiwa itu benar atau tidak,” timpal Gede.
Meski dalam kesempatan itu, pihaknya masih mengelak soal dua peristiwa dalam surat dakwaan yang menurutnya tidak berhasil dibuktikan oleh JPU dalam persidangan.
“Ini proses keterangan terdakwa terakhir. Udah selesai semua. Peristiwa kedua itu muncul dua waktu dari keterangan saksi ada yang bilang 18 Mei ada yang bilang 20 Mei. Keduanya itu kita hadirkan bukti, bahwa MSAT tidak ke TKP sama sekali,” jawabnya.
Termasuk soal adanya hubungan pacaran antara MSAT dengan santri kemudian berujung pada pelaporan yang akhirnya ditetapkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) karena menurutnya tidak cukup bukti. Gede masih yakin, ada fakta yang meringankan dakwaan MSAT.
“Dakwaan itu kan ada identitas dan kronologis. Ada dua peristiwa. Dua-duanya tidak mampu dihadirkan secara kualitatif bahwa benar adanya,” tutup Gede.
Sidang pembacaan tuntutan terhadap MSAT oleh tim JPU akan digelar Senin (10/10/2022) di Pengadilan Negeri Surabaya.(lta/dfn/ipg)