Sepanjang bulan Juni 2022 sejumlah organisasi dari gerakan Pawai Bebas Plastik melakukan kegiatan Brand Audit di 11 titik pantai yang tersebar di 10 provinsi.
Swietenia Puspa Lestari dari Divers Clean Action yang tergabung dalam Pawai Bebas Plastik mengatakan, kemasan plastik sekali pakai yaitu saset mendominasi total temuan sampah plastik sebanyak 79,7 persen. Disusul styrofoam, sedotan dan kantong plastik.
“Sampah kemasan saset masih menjadi beban lingkungan, mengingat kemasan saset ini susah untuk didaur ulang dan dalam laporan Greenpeace berjudul Throwing Away The Future, Asia tenggara memegang pangsa pasar sekitar 50 persen dan diprediksi jumlah kemasan saset yang terjual akan mencapai 1,3 Triliun pada tahun 2027,” kata Swietenia, Jumat (22/7/2022) dalam keterangan resmi WALHI Nasional.
Agung Ramos dari DCA menambahkan, aksi itu melibatkan 231 relawan yang berhasil mengumpulkan 16.519 buah sampah. Telah diangkut juga sampah seberat 201,3 kilogram dari aksi tersebut.
“Berdasarkan jumlah berat sampah yang kita temui, lagi-lagi paling banyak plastik sekali pakai kemudian yang kedua adalah karet,” katanya saat menjelaskan sandal menjadi salah satu jenis sampah yang banyak ditemukan di pantai, seperti dikutip dari Antara.
Pemantauan dilakukan di pantai Banda Aceh di Aceh, Sibolga di Sumatera Utara, Serang di Banten, Kepulauan Seribu dan Jakarta di DKI Jakarta, Semarang di Jawa Tengah, Bontang di Kalimantan Timur, Palu di Sulawesi Tengah, Polewali Mandar di Sulawesi Barat, Kuta di Bali, Mataram di Nusa Tenggara Barat dan Ambon di Maluku.
Dari hasil audit tersebut dapat disimpulkan produsen FMCG (Fast Moving Consumer Goods) berskala besar masuk peringkat teratas produsen yang sampah kemasannya mencemari lingkungan di Indonesia.
“Peran produsen FMCG turut ambil bagian dalam krisis sampah plastik sekali pakai sangat penting, karena upaya masyarakat mengurangi plastik sekali pakai tidak akan pernah cukup jika produsen tidak mengurangi kemasan plastik sekali pakai. Saat ini telah ada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Dalam Permen tersebut, produsen berkewajiban membuat dokumen peta jalan pengurangan sampah hingga tahun 2030. Peta jalan pengurangan sampah ini menjadi regulasi mendorong perluasan tanggung jawab produsen atas krisis sampah plastik,” Ghofar dari Walhi Nasional.
Sementara menurut Ghofar, publik kehilangan kesempatan mendapatkan informasi atas isi dari dokumen peta jalan tersebut karena sikap tertutup produsen.
“Padahal keterbukaan dan transparansi dari produsen atas peta jalan pengurangan sampah menjadi salah satu indikator keseriusan dan tanggung jawab mengatasi krisis sampah plastik” imbuhnya.
Pawai Bebas Plastik digagas pada tahun 2019 oleh Divers Clean Action, Econusa, Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, Greenpeace Indonesia, Indorelawan, Pandu Laut Nusantara, Pulau Plastik, dan Walhi Jakarta, untuk mendorong tercapainya pengurangan penggunaan plastik sekali pakai di Indonesia.(ant/dfn)