Pemerintah Rusia, Rabu (25/5/2022), menyatakan tengah memantau sinyal permusuhan dari Jepang.
Merespons sikap Jepang itu, Rusia berencana menggunakan haknya memperkuat pertahanan militer.
Maria Zakharova Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan itu mengomentari aksi protes Jepang terhadap patroli udara strategis gabungan yang dilakukan Angkatan Udara China dan Rusia, Selasa (24/5/2022).
“Kerja sama antara Militer Rusia dan China merupakan bagian penting dari hubungan bilateral, dan patroli udara gabungan rutin itu menunjukkan interaksi dan rasa saling percaya yang tinggi antara kedua angkatan bersenjata,” ujarnya dilansir Antara, Kamis (26/5/2022).
Zakharova pun mengecam Jepang karena mempermasalahkan kegiatan latihan yang rutin dilakukan. Pihak Rusia menilai Jelang memutarbalikkan tujuan dan isinya, serta secara keliru mengaitkan kegiatan tersebut dengan operasi militer khusus Rusia di Ukraina.
“Kegiatan patroli dilaksanakan sesuai dengan norma-norma dalam hukum internasional dan sepenuhnya memenuhi tujuan untuk memperkuat perdamaian, stabilitas, serta keamanan di kawasan Asia-Pasifik, dan di dunia secara keseluruhan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Diplomat Rusia itu juga menyebut aksi protes Jepang tidak berdasar, dan absurd.
Dia pun menyinggung langkah Pemerintah Jepang mempercepat pembentukan kerja sama militer-politik dengan Amerika Serikat (AS) dan pihak luar nonregional dari Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), serta menggelar latihan militer gabungan dengan skala yang belum pernah terjadi sebelumnya, di negara dekat perbatasan Rusia.
Menurut Zakharova, Jepang berniat menjalin hubungan dengan kemitraan keamanan trilateral Australia-Inggris-AS (AUKUS).
Kemudian, mempelajari prospek untuk menggunakan rudal jarak dekat dan menengah AS di wilayahnya, serta mengambil langkah-langkah provokatif yang berpotensi jadi ancaman buat keamanan Rusia di Timur Jauh. (ant/bil/rid)