Merebaknya virus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di berbagai wilayah Indonesia, harus mendapat perhatian khusus dan aksi nyata bukan hanya dari Pemerintah, namun juga akademisi di bidang terkait, yakni dokter hewan.
Penyebaran virus tersebut, diketahui membuat banyak peternak sapi pada khususnya, mengalami kerugian yang sangat besar. Banyak peternak yang mengeluhkan, jika penanganan yang diberikan oleh Dinas terkait di masing-masing daerah hanya sekedar pemberian obat, tanpa adanya pendampingan lebih lanjut. Peran dokter hewan dalam hal ini, yakni dengan hadir langsung melakukan pendampingan untuk memberikan edukasi terkait penanganan dan pengobatan yang benar.
Prof. Dr. Mohammad Nasih Rektor Universitas Airlangga pada Radio Suara Surabaya, Rabu (22/6/2022) mengatakan, bahwa pihaknya sejatinya sudah mengirimkan banyak dokter hewan lulusan Unair untuk membantu penanganan virus PMK. Baik di sektor pemerintah, maupun memberi pendampingan langsung pada para peternak.
“Dari awal ada briefing pemerintah soal PMK, kita sudah mengumpulkan banyak dokter hewan alumni unair. Sudah jalan kira-kria satu bulan yang lalu. Unair bahkan sampai membentuk Satgas (satuan tugas) khusus untuk terlibat penanganan PMK,” ujarnya.
Prof. Nasih menambahkan, Satgas Unair tersebut memiliki tugas untuk pengembangan vaksin. Selain itu juga menciptakan alat untuk mendeteksi daging yang terindikasi terkena PMK, yang dinilai tidak layak untuk dikonsumsi.
Meski demikian, kata Rektor Unair, tidak memungkiri bahwa tim yang diterjunkan untuk membantu penanganan PMK memang kewalahan seiring masif dan cepatnya penyebaran virus tersebut di Jatim.
“Sebagai pertimbangan, kemarin kita ambil wilayah yang tingkat penyebarannya paling tinggi. Sementara untuk wilayah lainnya yang belum terjangkau kita memang masih sebatas koordinasi dengan pemerintah daerahnya. Karena di Jatim kan bukan hanya Unair yang punya fakultas kedokteran,” ucapnya.
Untuk wilayah dengan penyebaran tinggi yang belum terjangkau Unair seperti Kabupaten Lumajang, lanjut Nasih, sebenarnya masuk wilayah Universitas Brawijaya Malang (UB). Selain itu, Pemerintah Provinsi Jatim juga sudah mengkoordinir seluruh Universitas, tidak hanya Unair untuk secara masif bersama-sama terjun memberikan penanganan di lapangan.
Prof. Nasih juga menambahkan, jika ada peternak hewan yang ingin berkonsultasi atau meminta tolong, bisa menghubungi atau langsung datang ke Fakultas Kedokteran Unair.
“Kemarin saja ada Kabupaten Blora yang minta tolong ke kami, dan sudah kami kirimkan beberapa (dokter hewan) untuk membantu disana. Tapi tetap kita koordinasi dulu dengan pemerintah daerah disana karena tidak etis jika langsung terjun begitu saja,” jelasnya.
Sementara itu, Hal senada juga diungkapkan oleh Yudi Irvanto Ketua Umum Koperasi Persusuan dan Pembibitan Sapi Perah Jatim. Menurutnya, Hal penyebaran virus PMK pada hewan ternak yang masif dan cepat, menjadi alasan banyaknya willayah yang seakan tidak tersentuh untuk penanganan.
“Memang di lapangan cepat sekali itu virus menyebarnya. Teman-teman dari Koperasi juga sudah melakukan sosialisasi sebelumnya ke para peternak dan pasar hewan, tapi jumlah personelnya memang dikalahkan dengan penyebaran yang masif di wilayah Jatim,” ungkapnya pada Radio Suara Surabaya Rabu sore.
Menurut Yudi, solusi terbaik adalah percepatan vaksinasi Virus PMK untuk hewan ternak, harus segera dilakukan.
Tercatat per 18 Juni 2022 lalu, sebanyak 183.280 hewan ternak yang tersebar di 19 provinsi di Indonesia terinfeksi PMK. Adapun Provinsi Jatim menjadi yang terparah. Oleh karena itu penambahan vaksin dalam skala besar sangat diperlukan.
Sebagai informasi, pemerintah telah mempersiapkan pengadaan 3 juta dosis vaksin PMK darurat. Pengadaan tahap pertama vaksin darurat sebanyak 800 ribu dosis dan tahap selanjutnya 2,2 juta dosis. (bil/ipg)