Jumat, 22 November 2024

Rekomendasi GPFI Agar Kasus Cemaran Obat Sirop Tak Lagi Terjadi

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
(tengah) F. Tirto Koesnadi Ketua Umum Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia dalam acara Bincang Pagi GP Farmasi yang bertajuk "Kembalinya Obat Sirop yang Hilang, Jangan Ada EG/DEG di Antara Kita", Selasa (20/12/2022). Foto: Humas GPFI

Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) mendukung agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berkolaborasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) membuat farmakope panduan pemeriksaan Etilen Glikol dan Dietilen Glikol (EG/DEG) pada produk jadi sehingga kejadian cemaran terhadap obat sirop yang diduga menyebabkan gagal ginjal akut pada anak, tidak terjadi lagi.

Tirto Koesnadi Ketua GPFI mengatakan, kasus cemaran obat sirop merupakan kejadian yang belum pernah terjadi dalam Industri Farmasi Indonesia selama lebih dari 40 tahun.

Melalui keterangan pers yang diterima suarasurabaya.net, Rabu (21/12/2022), Tirto juga mengatakan industri farmasi nasional memproduksi 90 persen dari total volume obat nasional dengan berbagai jenis tablet, sirop, injeksi, kapsul, inhalasi, dan berbagai produk obat lainnya.

Namun kasus pencemaran ini hanya terjadi pada spesfik sirop saja, dan tidak terjadi pada semua jenis produk obat dari industri farmasi lainnya.

Menurutnya, hal ini menunjukkan mayoritas sistem kualitas produk industri farmasi dan sistem pengawasan dan pembinaan BPOM sudah mayoritas berjalan baik, namun ada penyebab spesifik yang menyebabkan hanya sirop yang bermasalah.

Padahal selama ini pengawasan BPOM sudah termasuk yang sangat ketat di antara negara Asia, karena lembaga yang merupakan anggota dari Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S) itu telah menerapkan aturan yang mengacu pada standar internasional.

Di sisi lain, Industri Farmasi Nasional juga sudah melakukan proses produksi sesuai dengan standar CPOB yang dibuat dengan merujuk pada standar internasional yang diawasi secara ketat dan konsisten oleh BPOM.

Tetapi, di tengah pengawasan yang ketat tersebut, terjadinya cemaran EG/DEG disebabkan karena dua hal.

Pertama, adanya pemalsuan bahan pelarut oleh oknum supplier kimia yang mengganti bahan PG menjadi EG/DEG. Kedua, hasil produksi sirop obat jadi tidak diperiksa untuk kandungan EG/DEG karena selama ini belum ada standar di dunia untuk pemeriksaan EG/DEG pada Produk Jadi Obat.

Data menunjukkan, sekitar 5 persen dari ragam obat sirop yang sempat beredar yang tercemar, dan kurang dari 2 persen dari total obat yang beredar yang tercemar. Sementara itu, lebih dari 94 persen obat sirop lainnya layak dikonsumsi.

GPFI pun telah mengambil berbagai upaya strategis dalam mendukung langkah-langkah Pemerintah, termasuk untuk menghentikan sementara semua penjualan dan penggunaan obat sediaan sirop sebagai bentuk kehati-hatian terkait tingginya kasus acute kidney injury (AKI) atau gagal ginjal akut pada anak (GGAPA) di Indonesia pada Oktober lalu.

Tirto mengatakan bahwa GPFI juga mengimbau seluruh Industri Farmasi untuk segera melakukan pengujian ulang terhadap item obat sirop dan melaporkan hasilnya kepada BPOM.

“Laporkan hasilnya untuk diverifikasi sesuai dengan Surat Edaran BPOM tanggal 18 Oktober 2022,” ujarnya dalam acara Bincang Pagi yang bertajuk “Kembalinya Obat Sirop yang Hilang, Jangan Ada EG/DEG di Antara Kita”, Selasa (20/12/2022).

Sementara itu, Elfiano Rizaldi Direktur Eksekutif GPFI mendorong aparat penegak hukum untuk segera memproses dan menindak tegas pelaku agar memberikan efek jera.

Dia juga mendorong otoritas kesehatan untuk melakukan pembinaan kepada Industri Farmasi yang melakukan kelalaian atau ketidakdisiplinan dalam proses produksi obat sirop dengan mempertimbangkan prinsip ultimum remedium atas proses hukum yang sedang berjalan saat ini.

Berdasarkan semua pembelajaran kasus ini, Elfiano berpendapat bahwa GPFI perlu senantiasa dilibatkan dalam pengambilan keputusan strategis tentang penghentian, pemeriksaan, atau penyediaan kembali obat sirop.

“Kami percaya dengan adanya kolaborasi dan transparansi dari berbagai pihak, pengujian obat sirop dapat segera selesai dan masyarakat dapat kembali mengakses obat sirop tanpa rasa was-was, selama produk tersebut dibeli di apotek atau toko obat resmi,” tutup Elfiano.(rum/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
36o
Kurs