Dalam menyikapi pandangan antara mengenai perempuan sebaiknya di rumah saja atau bebas berkreasi di luar sana, masyarakat masih cenderung pada opsi pertama.
Setidaknya itu yang tercermin dalam polling yang dilakukan oleh Radio Suara Surabaya (SS) dalam program Wawasan, Kamis (21/4/2022) pagi.
Pendengar SS kebanyakan setuju kalau perempuan sebaiknya di rumah saja mengurus rumah tangga dan anak, sementara laki-laki mencari nafkah.
Doktor Endah Triwijati Dosen Ilmu Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya) yang dimintai pendapatnya mengenai hal ini mengaku tidak heran dengan hasil polling ini. Menurutnya, dalam kehidupan sehari-hari sekalipun perempuan bekerja di ruang publik ia juga seolah-olah dikodratkan untuk melakukan pekerjaan domestik.
“Maka kalau ada kondisi yang menguatkan sentimen itu, seperti misalnya anak kecanduan gadget atau anak terjerat narkoba, maka dengan sendirinya orang berpendapat seharusnya ada orang yang secara khusus 24/7 harus siap di rumah,” ujarnya.
Ia menilai ini adalah kecenderungan berpikir yang normal karena bentukan kultur yang kuat kalau kodrat wanita sejak lahir adalah di rumah saja.
“Itu bukan hal yang muncul begitu saja dari perempuan dan laki-laki, karena konstruksi sosial yang begitu kuat maka orang menganggapnya normal,” tukasnya.
Namun anggapan ini harusnya bisa dipecahkan di zaman yang sudah berkembang pesat seperti sekarang.
“Apakah itu bukannya menjadikan kita mundur kembali? Karena dalam kondisi sekarang ketika banyak perempuan yang aktivitasnya di luar, dia harus tetap beraktivitas penuh di rumah tangga. Ada proses mempersalahkan seolah-seolah kemampuan dan kebahagiaan perempuan untuk berinteraksi, untuk mendidik orang lain hanya boleh di lingkup rumah. Padahal setiap laki-laki maupun perempuan punya kemampuan beragam,” tegasnya.
Kecenderungan masyarakat melihat perempuan di rumah membuat hal itu seolah-olah selama masih bisa mengerjakan tugasnya, fisiknya dianggap baik-baik saja. Padahal mungkin tidak dengan kesehatan psikologisnya.
Hal ini menurut Endah bisa dipecahkan melalui komunikasi antarpasangan di rumah tangga yang bergantung pada banyak hal.
“Di level individu masing-masing bisa merefleksi dan melihat lagi dampaknya apa saja kepada pasangan. Masing-masing perlu berkumpul dengan orang yang bisa menyampaikan pandangan bahwa setiap orang punya kesempatan. Lalu sering melakukan diskusi kecil tapi intens,” pungkasnya.(dfn/ipg)