Jumat, 22 November 2024

Psikolog: Maraknya Kasus Penculikan, Bisa Memberikan Masalah Psikologis untuk Anak

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi penculikan anak. Foto: Suarasurabaya.net

Maraknya kasus penculikan anak yang masih sering terjadi di Indonesia, dinilai akan memberikan masalah psikologis tersendiri untuk anak, terutama korban penculikan itu sendiri. Hal ini, dikarenakan munculnya perasaan terancam, terisolasi dan ketakutan saat berada di lingkungan asing.

Dr. Primatia Yogi Wulandari Dosen Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Airlangga (Unair) menyampaikan, bahwa seorang anak membutuhkan lingkungan yang aman dan nyaman. Sementara korban penculikan akan berada jauh dari lingkungan sekitarnya, bahkan mengalami tindakan fisik dan pelecehan seksual. Hal itulah yang membuat psikologis korban terdampak.

“Anak yang mengalami trauma akan tampak berbeda dari segi perilaku yang ditampakkan, seperti lebih banyak diam dan termenung, menyendiri, mimpi buruk, hingga menangis histeris,” tuturnya dalam keterangan tertulis yang diterima suarasurabaya.net (1/6/2022).

Mima sapaan akrab Dosen FPsi Unair menjelaskan, bahwa pemulihan trauma korban penculikan membutuhkan proses dan waktu sesuai dengan tingkat keparahannya. Sedangkan orangtua dan lingkungan sekitar, disebut memiliki berperan besar dalam memberikan rasa aman pada korban.

“Jadi pendengar yang baik bagi anak. Dengarkan cerita anak tanpa ada judgement apapun. Jangan memaksa anak untuk bercerita secara rinci tentang kejadian penculikan itu. Biarkan anak mengungkapkannya ketika ia ingin cerita,” sebutnya.

Selain itu, membangun rasa aman dalam kegiatan sehari-hari dan memberi keyakinan bahwa situasi telah baik juga perlu ditanamkan bersama dengan orang-orang sekitar. Dosen FPsi Unair menambahkan, mencurahkan kasih sayang yang ekspresif juga dapat membuat anak merasa disayangi.

“Bila anak mengalami stress berat atau trauma, lebih baik dirujuk ke professional untuk dilakukan konseling. Lakukan juga pemeriksaan fisik bila anak menunjukkan ketidaknyaman secara fisik,” tegasnya.

Selain itu, Mima menegaskan bahwa mencegah penculikan anak tentunya akan lebih mudah daripada memulihkan psikologis anak yang telah terdampak. Dia menuturkan bahwa pengawasan optimal, wajib dilakukan ketika anak berada di tempat umum.

“Hindari mengunggah informasi pribadi anak secara detail di media sosial, seperti nama, alamat rumah, sekolah, nomor telepon,” imbuhnya.

Ia juga menyarankan agar orangtua selektif dalam memilih pengasuh atau tempat penitipan anak. Orangtua perlu mempertimbangkan informasi dan catatan terkait latar belakang dari yang bersangkutan.

Di akhir, Mima juga berpesan agar para orang tua dapat mengajari anak bersikap ketika menghadapi orang asing. Ia menyampaikan, perlu untuk mengajari anak melakukan perlawanan dan mempertahankan keselamatan.

“Misalnya, tidak menerima pemberian, memberikan kode tertentu yang hanya diketahui anak dan orangtua, sehingga kalau ada orang asing mendekati anak atas nama orangtua, anak harus meminta kode tersebut,” pungkasnya. (bil)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
34o
Kurs