Jumat, 22 November 2024

Peringati Hari Air Sedunia, Pegiat Lingkungan akan Aksi Tolak Sachet di Wringanom Gresik

Laporan oleh Iping Supingah
Bagikan
Para penggiat Lingkungan menyiapkan poster dan spanduk, yang rencananya digunakan untuk aksi hari air sedunia, Senin (21/3/2022)

Sekitar 25 orang pegiat lingkungan dari Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) akan melakukan kegiatan aksi pada 22 Maret 2022 pukul 09.00 WIB di perempatan Jalan Raya Wringinanom Gresik, Jawa Timur.

Kegiatan untuk memperingati Hari Air Sedunia tersebut, akan dimulai dengan berjalan kaki sepanjang 900 meter dari Gedung Inspirasi Ecoton secara bersama-sama, dengan membentang poster yang bertulisan tentang fakta dan ajakan kepada masyarakat sekitar.

Rizki Koordinator Aksi menjelaskan, saat ini telah terjadi krisis air bersih di Indonesia.

Salah satu faktornya, adalah berkurangnya potensi ketersediaan air bersih dengan penurunan sebesar 15% – 35% per kapita setiap tahun. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sebesar 68 % air sungai di Indonesia termasuk dalam kategori tercemar berat.

“Berdasarkan data PBB pada tahun 2019 juga tercatat, bahwa sebanyak 2,2 miliar manusia membutuhkan akses air bersih untuk keperluan hidup sehari-hari, terutama untuk kebutuhan minum. Namun, pada kenyataannya ketersediaan air bersih saat ini semakin langka karena sumber air bersih banyak tercemar oleh aktivitas manusia, seperti limbah industri dan rumah tangga terutama sampah plastik,” jelas Rizki dalam siaran pers yang diterima suarasurabaya.net, Selasa (22/3/2022).

Sebagai informasi, Indonesia merupakan negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua setelah China. Sekitar 8 juta ton sampah per tahun dibuang ke laut, sementara jumlah yang dapat dikelola oleh pemerintah hanya 3 juta ton. Kemudian, 5 juta ton sisa yang tidak digunakan berakhir dibakar dan ditimbun.

Berdasarkan hasil penelitian dan informasi yang telah dilakukan oleh Arum Wismaningsih Ecoton di Sungai Brantas, tumpukan sampah plastik banyak ditemukan sebanyak 200 lembar dan dibuang hingga sampai ke sungai di Kota Surabaya yang merupakan anak Sungai Brantas

“Sampah plastik sachet menjadi suatu permasalahan yang belum terselesaikan hingga saat ini karena keberadaanya semakin mencemari lingkungan karena keberadaannya tergolong sampah residu yang sulit terurai dan membutuhkan waktu yang lama karena kandungan senyawa kimia berbahaya,” terang Regita mahasiswi Ilmu Komunikasi Untag Surabaya yang akan ikut dalam aksi ini.

Sampah yang banyak ditemukan adalah sampah sachet dari minuman seperti kopi dan jus dengan persentase sebesar 21%. Diperkirakan jumlah kemasan sachet yang terjual sekitar 1,3 triliun pada tahun 2027 berpotensi untuk menjadi sampah dan mencemari lingkungan. Sachet banyak digunakan di wilayah pedesaan dengan temuan sebanyak 700 ribu ton dengan kondisi sebagian besar desa yang masih belum terlayani dengan baik sistem pengelolaan sampah desanya.

Merissa Bernaded Lie, mahasiswi aktif Ilmu Hukum Ubaya yang akan ikut dalam aksi tersebut juga menyampaikan, melalui kegiatan peringatan Hari Air Sedunia, pihaknya melakukan kolaborasi terhadap Co.ensis (Community of environment sustainable) pada Aksi Tolak Kopi Sachet, yang telah dilakukan di Sungai Kalimas,  Surabaya pada tanggal 10 Maret lalu.

“Kami mengharapkan dengan ada kolaborasi terhadap aksi yang dilakukan dapat memberikan pandangan kepada seluruh komponen baik pemerintah dan masyarakat untuk dapat menjaga kualitas air dan menghargai air untuk masa depan yang lebih baik,” tandasnya.

Berdasarkan dari permasalahan tersebut, Ecoton Foundation mengimbau dan menegaskan bahwa:

1. Perlu adanya pengawasan yang serius dari pemerintah Khususnya BBWS Brantas istansi yang berwenang dalam mengelola sungai Brantas, terkait prilaku industri dan  masyarakat yang menyebabkan pencemaran di Sungai Brantas.

2. Perlu adanya pengelola secara bijak oleh BBWS Sungai Brantas, dalam pengelolaan sumber daya air Sungai Brantas untuk memberikan pencegahan, pemeliharaan dan pengendalian terhadap kerusakan yang menyebabkan kualitas air serta ekosistem yang ada di wilayah Sungai Brantas menurun, serta menyediakan fasilitas sampah dan papan peringatan di sepanjang aliran sungai Brantas untuk mengantisapasi sampah plastik masuk ke sungai.

3. Perlu adanya sosialisasi intensif yang dilakukan oleh pemerintah pusat, provinsi bahkan daerah terhadap masyarakat terkait pengelolaan sampah yang benar.

4. Mendesak industri penghasil sampah plastik untuk bertanggung jawab atas sampah plastik mereka yang mencemari sungai, dengan melakukan pemulihan lingkungan sesuai dengan konsep EPR dan regulasi yang berlaku.

5. Mengajak masyarakat untuk bergaya hidup zero waste dan memilah sampah dari rumah menjadi 3 jenis, yaitu sampah organik yang dimanfaatkan sebagai kompos, sampah residu dibuang di TPA dan sampah anorganik untuk didaur ulang. (bil/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs