Masyarakat Kabupaten Serang, Banten, memiliki andil besar atas ditutupnya Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) 3442117 di Kecamatan Kibin, yang terbukti melakukan kecurangan dengan menjual Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak sesuai takaran.
Hal tersebut disampaikan Kombes. Pol Shinto Silitonga Kabid Humas Polda Banten pada Radio Suara Surabaya, Jumat (24/6/2022) siang. Para konsumen awalnya curiga karena karakter dan pola pengisian BBM mereka di SPBU tersebut tiba-tiba berubah.
“Lebih dari satu bulan lalu, pengisian BBM di SPBU tersebut tiba-tiba jadi berubah jangka waktunya. Yang biasanya mengisi BBM satu kali dalam satu minggu, tiba-tiba jadi lebih sering dari itu. Akhirnya ,” ungkap Shinto.
Selanjutnya, beberapa konsumen melaporkan kecurigaan mereka pada Ditreskrimsus Polda Banten, terkait adanya kecurangan dan manipulasi takaran BBM di SPBU tersebut. Setelahnya, penyidik dari Polda Banten langsung turun untuk melakukan penyelidikan selama satu bulan.
“Akhirnya, penyidik berhasil menemukan adanya remote control yang tersambung pada motherboard dispenser SPBU, dan bisa dipakai untuk mengubah takaran sesuai keinginan pengelola SPBU SPBU,” paparnya.
Tidak tanggung-tanggung, penyidik menemukan empat dispenser yang dipasang akses remote control. Selain itu, praktik tersebut dicurigai sudah berlangsung sejak tahun 2016. Polda Banten pun telah menetapkan dua tersangka atas kasus tersebut, yakni salah seorang pemilik wanita usia berinisial FT (61), dan seorang laki-laki inisial BP (68) yang menjabat sebagai manajer.
“Polda Banten akan menjerat kedua tersangka, tidak hanya dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Meteorologi. Tapi juga akan dijerat dengan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Ancaman pidananya lima tahun penjara dengan denda Rp2 miliar,” ujar Shinto.
Selain itu, kepolisian juga akan berusaha menjerat tersangka dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, karena sejak tahun 2016 sampai dengan 2022, keduanya telah menikmati hasil kecurangan Rp4 sampai Rp5 juta perhari.
“Jika dikalkulasikan selama tujuh tahun, setidaknya kerugian konsumen bisa mencapai Rp7 miliar,” ujarnya.
Setelah berhasil mengungkap praktik gelap tersebut, Polda Banten langsung berkoordinasi dengan PT Pertamina, yang selanjutnya melalui Pertamina Patra Niaga Subholding Regional Jawa Bagian Barat, memberikan sanksi penutupan selama enam bulan terhadap SPBU tersebut.
Lamanya waktu pihak kepolisian untuk mengungkap praktik tersebut, lanjut Shinto, dikarenakan banyaknya masyarakat yang cenderung cuek untuk melaporkan hal seperti ini. Meski demikian, dia mewakili Polda Banten mengucapkan terimakasih kepada konsumen yang masih peduli dan teliti untuk pola konsumsi BBMnya.
“Bahkan sebenarnya pelayanan di SPBU itu tampak normal. Bisa dibayangkan kalau konsumen cuek, akan sangat sulit untuk mengangkat indikator ini menjadi sebuah pengungkapan.
Dia berpesan, kedepannya agar seluruh masyarakat di Indonesia bisa membantu kepolisian adanya praktik ilegal yang merugikan masyarakat.
“Masyarakat dan konsumen itu harus dilayani dengan baik. Tapi, juga harus berani melapor untuk kedepannya,” pungkas Kabid Humas Polda Banten. (bil)