Jumat, 22 November 2024

Pengusaha Terdampak Lumpur Lapindo: Kami Hanya Bisa Pasrah

Laporan oleh Restu Indah
Bagikan
Sebanyak 14 orang warga Sidoarjo melakukan aksi teatrikal di kolam penampunganlumpur, saat peringatan 9 tahun lumpur Lapindo, Minggu (24/5/2015) lalu. Foto : Dok. suarasurabaya.net

Pembayaran ganti rugi tanah dan bangunan perusahaan yang terdampak semburan lumpur Lapindo hingga kini masih belum lunas.

Lima dari sekira 30 pengusaha terdampak, menceritakan nasibnya melalui Suara Surabaya, Selasa (25/1/2022). Mereka ingin pemerintah hadir, membantu penyelesaian ganti rugi usaha mereka karena terdampak semburan Lumpur Lapindo.

Tedi The, pemilik pabrik pengolahan plastik di Kelurahan Jatirejo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo menceritakan hingga kini ganti rugi usahanya belum mendapatkan ganti dari pihak Lapindo. Dari total kerugian Rp10 miliar, dirinya mengaku hanya mendapatkan uang muka ganti rugi Rp1 miliar.

“Dari perhitungan ganti rugi tanah, harusnya Rp10 miliar sampai sekarang baru Rp1 miliar. Itu pun sudah lama, jarak pabrik saya dengan lokasi pengeboran hanya beberapa meter. Waktu semburan masih kecil kami sudah koordinasi dengan Minarak waktu itu, apakah kami harus relokasi kata Minarak tidak perlu, sampai akhirnya semburan besar dan menenggalamkan jalan dan pabrik saya,” terang Tedi dalam program Wawasan. 

Pengusaha sendiri merasa tidak ingin neko-neko, mereka hanya ingin kejelasan atas nasib dan ganti rugi yang jelas.

“Pemerintah harus hadir, saya sama sekali belum mendapatkan ganti rugi,” kata Joni Osaka, pengurus Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo (GPKLL) sekaligus pemilik usaha mebel rotan yang terdampak lumpur Lapindo.

Dia mengatakan, masih ada sekitar 30 pengusaha terdampak semburan lumpur yang belum menerima ganti rugi dari Lapindo.

“Total kerugian saya 80 miliar rupiah. Luas tanah saya 7 hektare lebih dan bangunan sekitar 6.000 meter persegi. Tapi sayang hitungan tanah tidak sama, saya dinilai ganti ruginya per meter 350 ribu. Sementara yang lain satu sampai satu setengah juta. Kami tidak meninggikan nilai, putusan MK tidak ada perbedaan semua korban lumpur sama,” terang Jhoni.

Dari puluhan pengusaha yang belum terbayar,  mereka mengatakan sudah berkali-kali bertemu DPR untuk mengawal kasus ini dan berharap pemerintah bisa membantu.

“Sama sekali kami tidak dianggap oleh pemerintah, padahal putusan MK di tahun 2013 sudah jelas. Kenyataannya kami tidak dibayar, kamipun sudah mengajukan Judicial Riview, namun kenyataannya warga sudah mendapatkan ganti rugi, sedangkan pelaku usaha belum dibayar,”  kata Jhoni.

Sementara Sofyan Sudiantiyo, eksportir yang memiliki usaha di Ketapang Keres mengaku lega berbicara di Suara Surabaya.

“Sudah lama kami merasa terlantar, sudah 16 tahun. Saya rugi bangunan 1,5 hektar dan  tanahnya 3 hektare. Untuk kerugian saya mendapat enam miliar rupiah dan sisanya sampai sekarang belum cair. Padahal saya harus membayar pesangon karyawan hampir dua miliar rupiah,” kata Sofyan.

Pengusaha merasa ada ketidakadilan, karena nama para mengusaha diajukan ke MK namun, kerugian yang harus ditanggung para pengusaha setelah menghentikan produksinya bahkan memberhentikan ratusan karyawan ini belum membuahkan harapan.

Kini, di tengah kabar luapan lumpur Sidoarjo yang menyimpan harta karun dan siap dipanen, para pengusaha tersebut ingin, baik Lapindo maupun pemerintah membayar kerugian usaha mereka yang ludes tenggelam oleh semburan lumpur pengeboran Lapindo.

“Kerugian saya puluhan miliar, lokasi pabrik saya di belakang lokasi yang dibor. Paling dekat dengan sumur pengeboran. Saya tidak pandai bicara jadi pasrah saja dengan keadaan ini, kalau ada harta karun litium sebagai rakyat tentu merasa bahagia, semoga hasilnya bisa dialokasikan juga untuk kami pengusaha terdampak,” kata Umar pengusaha pabrik plastik di Reno Kenongo. (rst/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
32o
Kurs