Pemenang Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2021 telah diumumkan bersamaan dengan Launching Hari Pers Nasional (HPN) 2022, Minggu (30/1/2022) malam.
Acara ini menandai dibukanya rangkaian kegiatan HPN hingga hari puncak 9 Februari 2022, di Kendari Sulawesi Tenggara nanti.
Hadir Usman Kansong Dirjen Kominfo, Agung Suprio Ketua KPI Pusat, Hendry CH Bangun Wakil Ketua Dewan Pers, Atal Sembiring Depari Ketua Umum PWI Pusat dan juga Penanggung Jawab HPN, Agung Supri Ketua KPI Pusat, Irianto Direktur Program dan Berita LPP TVRI, serta Nur Endang Abbas Sekda Pemprov Sultra.
Rita Sri Hastuti Ketua Panitia Tetap Anugerah Jurnalistik Adinegoro PWI Pusat di sela launching HPN menjelaskan, setelah proses penjurian yang seksama, para pemenang Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2021 akhirnya resmi didapat.
“Anugerah Jurnalistik Adinegoro bukan hanya sekadar Anugerah Adinegoro. Ini adalah kebanggaan kalangan pers di Indonesia. Dimulai tahun 1974, diawali oleh PWI Jaya, kemudian pada 2009 diangkat PWI Pusat, dan menjadi lebih luas kategorinya. Sekarang ada enam, yang semula satu kategori,” kata Rita Sri Hastuti.
Proses penjurian berlangsung selama Desember 2021 secara virtual mengingat situasi masih pandemi Covid-19. Enam kategori itu liputan berkedalaman untuk media cetak, liputan berkedalaman untuk media siber, liputan berkedalaman untuk media televisi, liputan berkedalaman untuk media radio, foto berita untuk media cetak dan media siber, serta karikatur opini untuk media cetak dan media siber.
Kategori in-depth reporting Media Cetak dan Siber
Pemenang Kategori Media Cetak oleh Andy Riza Hidayat, Dhanang David Aritonang, Insan Alfajri, Irene Sarwindaningrum dari Harian Kompas berjudul “Berbahaya, Masker Medis Palsu Beredar di Masyarakat” yang terbit 3 April 2021.
“Saya memberikan ini dengan nilai tertinggi pertama ada magnitude dan dampaknya luas terkait Covid. Pesan ini disampaikan di tengah anjuran pemerintah dan banyak pihak untuk memakai masker, 3M, tapi ternyata masker saja tidak cukup,” komentar Ketua Juri Anugerah Adinegoro 2021 untuk Kategori In-Depth Reporting Media Cetak, Putut Tri Husodo.
Putut melanjutkan, isu yang diangkat dalam artikel itu agak orisinil. Sebab, jarang ada wartawan lain mengincar teknis sedetail seperti disajikan Andy Riza dkk.
“Jadi effort-nya, menurut saya cukup luar biasa dan hasilnya ini menggunakan code of conduct yang sangat baik, yaitu membawa ke laboratorium ITB sehingga hasilnya sangat valid sebagai sebuah karya jurnalistik yang investigatif,” ujarnya.
Poin lain yang dia soroti adalah wawancara ke berbagai pihak juga cukup luas.
“Dengan demikian, saya memberi apresiasi tertinggi untuk karya ini meski dalam penyajiannya garing, tidak terlalu colourful, bahasanya resmi. Ini kelemahan satu-satunya,” ujar mantan Wakil Pemimpin Redaksi Gatra dan mantan wartawan Majalah Tempo ini.
Juri lainnya, Asro Kamal Rokan menanggapi singkat. “Karya ini memang persoalan perlindungan masyarakat dan lemahnya pengawasan, ini salah satu yang saya unggulkan,” ujar Presiden Ikatan Setiakawan Wartawan Malaysia-Indonesia (Iswami) itu.
Sri Mustika (akademisi) menyebutkan, ada beberapa karya peserta lain yang sebetulnya ia unggulkan meski bukan yang menjadi nomor satu.
“Misalnya melawan petaka perkawinan anak, ada kaitannya juga dengan pandemi banyak orang kesulitan secara ekonomi, mengawinkan anaknya di bawah umur. Walaupun itu soal perkawinan saya kira masih ada relevansi dengan covid,” ujarnya.
Kemudian artikel berjudul ‘Saling Menguatkan di Antara kehilangan’ (Media Indonesia) yang juga dinilainya layak menjadi nominasi pemenang.
“Bagaimana anak-anak yang menjadi yatim, saling meng-cover sama tetangga. Ini baru pertama, walau zaman dulu sudah ada, donasi ASI mengalir dari jauh. Satu kelompok ibu-ibu di grup WA, dokter anak bergabung di situ menyelamatkan anak-anak yatim yang ibunya meninggal karena Covid. Mereka tetap mendapat haknya menerima ASI eksklusif, ini satu kegiatan atau gerakan sosial yang cukup aktual dan baru, inovatif, dan juga inspiratif,” kata Sri.
Untuk Kategori Media Siber dimenangi Sunariyah dan M. Ilman Nafi’an dari IDN Times.com dengan judul ‘Bertaruh Nyawa, Berjuang Melawan Ganasnya Covid-19’ yang diterbitkan 29 November 2021.
Mulharnetti Syas selaku juri kategori in-depth reporting media siber bersama Yoko Sari dan Priambodo RH sepakat memilih artikel karya tim IND Times.com itu.
Dari segi tema terkait Covid-19, menurut Netti, begitu Mulharnetti Syas disapa, lebih tepat sasaran. Utamanya persepsi menggiring opini publik dan kedalaman materi.
“Karakteristik dari media siber ini lengkap karena dia meng-hiperlink ke data-data yang dia punya, kemudian dia punya info grafis, sumber beritanya tidak satu orang,” urai akademisi dari Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta tersebut.
“Ada yang beberapa (karya peserta lain) feature tapi seperti observasi. Ketika saya membaca berita ini sampai tiga kali, saya mendapatkan informasi yang utuh, komprehensif,” imbuhnya.
Meski begitu, bagi Yoko Sari, artikel ‘Bertaruh Nyawa, Berjuang Melawan Ganasnya Covid-19’ masih memiliki kelemahan.
“Ada satu hal yang menurut saya tidak tersentuh, bagaimana pemerintah mengatasi itu, tidak menjawab yang diinginkan pembaca. Kita tahu ada masalah ini, masyarakat kekurangan oksigen, tapi apa langkah pemerintah tidak ada. Tidak ada figur di lead-nya itu juga membuat satu nilai minus bagi artikel ini,” ujarnya.
Kategori in-depth reporting Televisi dan Radio
Pemenang Kategori Televisi diraih oleh Miftah Faridl, Aga Dipa, Agoes Soekarno dari CNN Indonesia TV bertajuk ‘Menghapus Mereka Yang Mati’ yang ditayangkan 22 Oktober 2021.
Nurjaman Mochtar Ketua Juri Kategori Televisi melihat karya Miftah dkk mengkonfirmasi angka-angka tentang orang mati di tengah pandemi. Angka-angka ini menjadi acuan pengambil keputusan, tapi tidak diungkapkan ke publik.
“Jadi data-data ini dikeluarkan tidak sesuai kenyataan. Wartawan ini, saya melihat ‘Menghapus Jejak Kematian’ pada keakurasian yang baik karena ini bisa untuk diambil keputusan. Ini selisihnya hingga 5 persen ke atas, terakhir closing nya adalah bahwa kematian ini bukan sekedar angka,” ujarnya.
Komentar senada diutarakan juri lainnya, Tjandra Wibowo. Ia setuju ‘Menghapus Mereka yang Mati’ secara alur rapih dan bukan sekadar angka.
“Saya sudah cocok dengan Ibu Tjandra dan Pak Nur, ini bagi saya cukup jeli menjadi sebuah problem yang diangkat. ‘Menghapus Mereka yang Mati’ nesw value oke, data dan kelayakannya juga oke, diprosesnya juga cukup kuat,” kata Dadang Rahmat Hidayat akademisi dari Universitas Padjajaran yang juga juri Kategori Media Televisi.
Selanjutnya, pemenang Kategori Radio adalah Taufik, Ramli, dan Dian dari RRI Sintang berjudul ‘Oksigen Terakhir untuk Ayah’ yang disiarkan 3 Agustus 2021.
Frank Pedak yang menjadi juri kategori ini langsung mengomentari judul siaran berdurasi sekitar 7 menit tersebut.
“Sangat puitis dari judulnya. Dia juga menggunakan metode induksi yang umumnya digunakan dalam pemuatan human interest,” puji Frank.
Salah seorang juri lainnya, Harleyantara sependapat, narasi yang disajikan dalam siaran ini tidak monoton.
“Bagi saya, mixing narasi narsumnya oke bener, dari segi ilmuwan dan human interest-nya masuk. Begitu juga dari sisi seninya masuk juga. Keren pokoknya,” ujar Harley.
Ketua Juri Kategori Radio, Awanda Erna mengamini karya Taufik dkk layak dijadikan sebagai pemenang Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2021.
“Kalau in-depth, saya memilih perjuangannya dan feature saya memaklumi. Jadi kesimpulannya, ‘Oksigen Terakhir untuk Ayah’ yang jadi unggulan ini sudah memenuhi tema aktual, semangat dan harapan. Secara teknik penyajiannya juga oke, dari sudut mixing dan dinamis,” ujarnya.
Kategori Foto Berita dan Karikatur
Kategori Foto Berita dimenangkan oleh Sigid Kurniawan dari LKBN Antara dengan judul ‘Ganda Putri Indonesia Raih Emas Olimpiade’ yang terbit 2 Agustus 2021.
Setidaknya ada 214 foto yang diseleksi hingga akhirnya Tim Juri yang diketuai Oscar Matuloh didampingi Reno Esnir (praktisi) dan Melly Riana Sari (akademisi) sepakat memilih karya Sigid Kurniawan sebagai pemenang.
“Foto ini tidak hanya dinilai dari momen, teknis itu juga kami pertimbangkan, ekspresi yang terlihat di sini benar-benar masuk, dapat, dibantu teknik yang baik,” kata Melly.
Oscar tak memungkiri sebetulnya banyak foto dengan kejadian mirip karya Sigid tersebut.
“Foto ini dibuat fotografer Indonesia, pewarta foto kita. Saya juga kebetulan melihat jumlah foto-foto demikian, yang mirip kejadiannya dan kelihatannya kok gambar ini memang yang tepat,” ucap Oscar.
Meski sederhana, menurut Oscar, pengambilan gambar karya itu tidak mudah.
“Ini kalau nggak salah lensa 300an mili, dia harus berdiri di posisi tertentu, enggak boleh terlalu dekat, tapi dia bisa meletakkan komposisinya dengan baik,” kata fotojurnalis terkemuka Indonesia yang saat ini menjabat kepala Divisi Museum dan Galeri Foto Jurnalistik ANTARA itu.
Kemudian dari segi momentum, saat ganda putri Indonesia, Apriani Rahayu terlihat menyeka air mata. Di belakangnya terdapat lima cincin berwarna yang saling terkait.
“Kita bisa melihat ada simbol negara kita, ada simbol bendera dan secara keseluruhan kita bisa melihat gambar ini menjadi satu jawaban tentang bentuk perlawanan kita juga terhadap satu kerja keras, tapi kita perlu ingat bahwa olahraga ini berlangsung untuk melawan pandemi. Kita berhasil meraih dalam tanda petik pada waktu itu menyatukan Indonesia secara keseluruhan. Jadi ini simbol yang nyata, sebuah kekuatan foto,” ujarnya.
Adapun pemenang Kategori Karikatur diraih oleh Ashady dari JPPN.com, berjudul ‘Kritiklah Daku’ terbitan 16 Februari 2021.
Panitia menyediakan hadiah Rp25 juta untuk pemenang tiap kategori, trofi, serta piagam penghargaan dari PWI/Panitia HPN 2021.
Hadiah akan diserahkan di hadapan Joko Widodo Presiden pada acara puncak HPN 2022 di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, pada 9 Februari mendatang.(iss/den)