Kemendikbudristek RI meluncurkan Kurikulum Merdeka secara resmi Februari 2022 demi mengejar ketertinggalan pendidikan di masa pandemi Covid-19. Menurut Darmaningtyas, pengamat pendidikan, kurikulum baru itu dinilai justru menyulitkan. Keberhasilan suatu pendidikan, baginya bergantung pada kualitas guru atau pengajar, bukan kurikulum.
“Ketersediaan guru pegawai negeri sipil di Indonesia ini separuhnya sudah usia pensiun. Sebagus apa pun kurikulumnya, hasilnya jelek jika di tangan guru yang tidak maksimal dan sebaliknya,” kata Darmaningtyas kepada suarasurabaya.net, Rabu (6/7/2022).
Meski kurikulum baru ini diluncurkan demi kemajuan pendidikan, Darmaningtyas menilai, akan lebih menyulitkan masyarakat dalam hal ini guru dan siswa jika diterapkan pada tahun ajaran 2022/2023.
“Kita semua tahu selama dua tahun pembelajaran online, kalau online tiba-tiba diubah kurikulum, pasti akan membingungkan guru-guru itu. Sedangkan kurikulum 2013 yang disosialiasikan jauh lebih masif saja sampai sekarang belum banyak yang paham. Belum lagi harus beli buku baru dengan label Kurikulum Merdeka. Kurang tepatlah,” imbuhnya.
Diketahui, Kurikulum Merdeka akan mulai diterapkan pada tahun ajaran 2022/2023 mulai PAUD, TK, SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi. Dengan kelonggaran, setiap sekolah dibebaskan memilih tiga jenis kurikulum yaitu Kurikulum Merdeka, Kurikulum 2013, maupun Kurikulum Darurat (Kurikulum 2013 yang disederhanakan) untuk diterapkan sesuai kemampuan sekolah masing-masing. Sebelum nantinya pada tahun ajaran 2024/2025, Kurikulum Merdeka akan diterapkan menjadi kurikulum nasional.
Darmaningtyas lebih setuju jika sekolah boleh bebas memilih sesuai kemampuannya, sehingga tidak ada paksaan dengan dalih agar tidak mengalami ketertinggalan kurikulum dibandingkan daerah lain.
“Kurikulum Merdeka kan memperbolehkan siswa memilih mata pelajaran yang disukai. Kalau melebihi kuota tiap kelas, apa tidak harus menambah infrastruktur? itu juga butuh dukungan sarana dan prasarananya. Apa sekolahnua semua siap, tentu tidak,” katanya.
Yang harusnya jadi perhatian sebagai langkah pemulihan pendidikan pasca pandemi, lanjut Darmaningtyas, adalah ketersediaan guru.
“Sekarang ini masih mengalami krisis guru negeri, separuh guru negeri kita ini usia pensiun. Tapi memang tidak mudah dan sederhana. Menyangkut ketersediaan anggaran dan sebagainya,” imbuhnya lagi.(lta/iss/ipg)