Sambil terus memupuk rasa percaya dirinya kembali, T bocah wanita 12 tahun berusaha menceritakan ulang peristiwa dua mingguan lalu, saat dia hampir dimassa warga, sebelum akhirnya diseret ke kantor polisi atas laporan pencurian sepeda motor.
Dia tertangkap kamera CCTV saat mencuri sepeda motor di kawasan Wonokitri, Sawahan Surabaya Jumat (18/11/2022) sekitar jam 22.00 WIB malam.
Sambil mengingat ulang, T menyebut sosok R yang masih berusia 17-18 tahun ketua kelompoknya yang paling tua. Malam itu, waktu T bersama A kawan sebayanya, tiba-tiba diajak R ke Wonokitri, lokasi mereka melakukan pencurian motor.
Ketiganya berangkat dari sekitaran Krembangan menuju lokasi pencurian, dengan menumpang kendaraan-kendaraan lewat dan searah. Sesekali, jarak ditempuh dengan berjalan kaki.
“(R) bilangnya gak nyuri, tapi ayo ta melok aku (ayo ikut aku) ke rumahku. Aku ndue omah (aku punya rumah). Sepeda motornya diambil, aku disuruh ambil motor R, tak kira motor dia beneran, ternyata bukan,” ujar T pada suarasurabaya.net-didampingi sang Ibunda-sambil mencoba menirukan ajakan R, Minggu (4/12/2022) lalu.
Ia berhasil mengambil sepeda motor yang ditunjuk R begitu tiba di lokasi, dengan dibantu oleh A temannya. “Kedua, di Wonokitri, diteriakin warga. Aku bingung ada apa, R lari. Diakuin motornya, dibawa juga,” kata T.
Sejak saat itu, ia mengaku terakhir kalinya ia bertemu dan bertatap muka dengan R yang langsung pergi membawa motor curian. Sementara T hanya bisa pasrah ketika salah satu warga yang meneriakinya adalah saudaranya sendiri.
Saudaranya, lanjut T, membawa dia dan A ke Mapolsek Sawahan malam itu juga dengan membuat laporan pencurian sepeda motor.
“Terakhir ketemu R, pas ditangkap warga. Saya ditangkap saudara sendiri. Saudara saya, bawa saya ke polsek. Saudara dari ayah. (di) Polsek Sawahan, pas aku sama A ketangkap, R lari, gak tahu sekarang dimana. Terakhir belum kepegang (tertangkap). R tidak ada laporan (polisi),” paparnya lagi.
Kejadian itu ternyata bukan yang pertama kali. Sebelumnya T dan A juga pernah diajak mencuri motor di kawasan Kembang Kuning. Tidak menggunakan modus berbohong, tapi memaksa.
R mengajak T dan A ke lokasi sekitar pukul 01.00 dini hari WIB, dan menyuruh mengambil sepeda motor yang sudah diketahuinya lebih dulu. Di tempat, R mengancam, jika keduanya tidak mau menuruti keinginannya, maka akan ditebas dengan celurit yang sudah digenggam tangan.
Sempat lari menghindar, tapi R berhasil mengejar dan menangkap T dan A. Bahkan A sempat ditebas celurit di bagian kaki. Melihat kenekatan R, T terpaksa mengambil sepeda motor yang sudah ditunjuk itu dengan dituntun. Aksinya lolos dari saksi mata.
Sepeda motor curian itu langsung diberikan ke R, yang mengaku akan menjual. T menambahkan, dia dan A hanya disuruh mengeksekusi tanpa pernah diberi atau menerima pembagian uang hasil curian.
Salah satu alasan mereka berdua disuruh R, menurutnya, karena berusia paling muda.
“Aku sama A yang disuruh karena paling kecil umurnya. (Perannya) ambil motor, dituntun, dikasih R. (Saya) takut mencuri, tapi diancam mau dibunuh. Pernah mau dilempar celurit sama R. Celurit panjang, gak tahu dapat dari mana. Sempat A ditebas celurit untung tidak lepas kakinya. Ayo kon gak jupuk iki tak jojo iki (ayo kamu tidak ambil motor tak tebas celurit). Dia tunjuk motor yang mana,” beber T.
Untuk diketahui, T, A, dan R berada dalam satu kelompok yang berisi sekitar 15-an remaja dengan rata-rata di bawah umur. R menjadi ketua, serta paling ditakuti karena usianya yang paling tua.
Kini, kondisi T jauh lebih baik, traumanya berkurang. Dia dititipkan di rumah milik Mei Rukmana Wakil Ketua PPA Karang Taruna Surabaya yang dijadikan shelter (tempat perlindungan) karang taruna Surabaya.
Tidak sendiri, T dikumpulkan jadi satu dengan anak-anak sebayanya yang punya beragam masalah dan latar belakang. Mayoritas mereka sudah hampir tidak diterima di lingkungan asalnya.
“Kartar tujuannya menyelamatkan generasi muda, tanpa membeda-bedakan suku bangsa semuanya. T saat ketemu di kantor polisi ketakutan wajahnya trauma. Sekarang tidak ketakutan lagi. Dia dijerat Pasal 363 KUHP di Polsek Sawahan, dua laporan polisi (LP). Dia melakukan kejahatan itu atas perintah pimpinan geng, R, diancam kalau tidak melakukan akan di bunuh,” jelas Mei.
Menurutnya, T yang seharusnya masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) kelas enam itu masih menjalani pidana. Dia terlahir sebagai anak nomor tujuh dari total sembilan bersaudara. Ibunya hanya seorang ibu rumah tangga, sementara ayahnya pekerja serabutan yang tidak tentu.
“T ngikutin proses hukum pidana. Dia umur 12 di bawah 14 tahun jadi dibina di sini (shelter). Anak nomor tujuh dari total sembilan. Di rumahnya juga ada cucu tiga. Keluarga tidak mampu dan belum dapat bantuan. T ke sini, diantar ibu kandung dan polisi. Ditaruh sini karena kan biasanaya siang R masih mencari T ke rumah,” paparnya lagi.
Sementara Fuad Bernardi Ketua Karang Taruna Surabaya mengatakan rumah Mei wakil ketua PPA Karang Taruna Surabaya itu memang untuk sementara akan menjadi shelter anak-anak yang bermasalah. Di sana, mereka akan dibina secara swadaya oleh kartar dan warga sekitar.
“Kita menampung anak-anak yang bermasalah hukum maupun (masalah) keluarga. Sementara shelter masih di sini. Seadanya pakai dana dari donatur dan kartar sendiri. Ada koordinasi dengan Pemkot Surabaya karena bantuan seperti butuh psikolog pendampingan anak-anak dari sana,” kata Fuad. (lta/bil/rst)
Catatan Redaksi: Kami telah melakukan revisi pemberitaan dengan mempertimbangkan pada bagian judul dan badan berita. Mempertimbangkan perspektif pemberitaan ramah anak.