Momentum Works sebuah perusahaan venture bundling berbasis di Singapura mencatatkan nilai transaksi bruto atau Gross Merchandise Value (GMV) bisnis food delivery di enam negara Asia Tenggara mencapai US$11,9 miliar pada 2020, atau tumbuh sekitar 183 persen secara year on year (yoy).
Pada tahun 2021, ada pertumbuhan sebesar 30 persen sehingga mencapai 15,5 miliar dolar AS, dengan Indonesia masuk dalam tiga besar negara dengan prospek food delivery terbesar, bersama dengan Thailand dan Singapura.
Hal ini ditenggarai oleh penggunaan smartphone di Indonesia yang tahun lalu mencapai 270,20 juta jiwa, sehingga memungkinkan prospek makanan pesan antar tersebut begitu tinggi. Selain itu, adapula pembatasan akibat Covid-19 yang membuat banyak restoran di Indonesia lebih gencar melakukan pelayanan dengan sistem delivery order.
Namun, kata Muhammad Izharuddin Dosen Manajemen Pemasaran Ubaya pada Radio Suara Surabaya Kamis (6/10/2022). menjelang berakhirnya tahun 2022, kondisinya berubah. Aktivitas food delivery mulai mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan pelonggaran pembatasan Covid-19 banyak dimanfaatkan masyarakat untuk melakukan dine in (makan di tempat) sekaligus memenuhi kebutuhan rekreasi.
“Dari rilis Google Review beberapa waktu lalu, 20 kota besar di Indonesia termasuk Surabaya, masyarakatnya sekarang memang lebih memilih dine in sekalian untuk memenuhi kebutuhan rekreasi mereka karena dijenuhkan pandemi Covid-19,” ungkapnya dalam program Wawasan.
Selain faktor rekreasi, kata Izhar, biaya food delivery di beberapa restoran yang mengalami kenaikan karena penyesuaian harga BBM, jadi pertimbangan masyarakat untuk lebih banyak memilih dine in. Dia juga mencontohkan, adanya salah satu aplikasi layanan belanja dan travel yang menghapus layanan delivery.
“Harga itu sesuatu yang sensitif, masyarakat sekarang tidak memilih delivery karena jasa angkut sudah mulai naik. Contohnya Traveloka yang pada beberapa waktu lalu menutup layanan pesan antar makan-nya, karena dari mungkin selain data base mereka tren delivery turun, ada pengaruh juga dari naiknya harga BBM,” ungkapnya.
Dosen Manajemen Pemasaran Ubaya itu juga menyarankan, untuk mengimbangi layanan food delivery dan dine in, para pemilik restoran sebaiknya membuka layanan baru yakni pick up atau drive thru. Menurutnya, dalam konteks kekinian strategi itu pas diterapkan apalagi teknologi sudah mendukung.
“Ini juga bisa jadi solusi bagi yang kedainya serba online, bisa buka jasa pick up kalau memungkinkan. Ini bisa jadi opsi alternatif. Bisa memantau dan bergabung dengan market place juga sebagai pendukung strategi ini,” terangnya.
Sementara itu, berdasarkan voting yang dilakukan melalui instagram @suarasurabayamedia, sebanyak 59 persen dari 404 responden (237 orang) lebih memilih untuk dine in di restoran-restoran. Begitu juga seperti disampaikan beberapa pendengar saat mengudara di Radio Suara Surabaya.
“Saya lebih milih dine in, karena bisa jadi momen juga untuk kumpul dengan keluarga, bisa untuk rekreasi,” ujar Jumadi pendengar SS dalam program Wawasan.
“Kalau delivery jatuhnya pasti ada biaya tambahan, itu cocoknya kondisional saja. Jadi dine in lebih baik, bisa kumpul dengan keluarga,” ungkap Ardian pendengar SS. (bil/rst)