Jumat, 22 November 2024

Pakar: Wacana Penghapusan Data Kendaraan Yang Telat Bayar Pajak Perlu Pengkajian Ulang

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi pembayaran pajak kendaraan. Foto: Dok/ suarasurabaya.net

Wacana penghapusan data kendaraan yang menunggak pembayaran pajak selama dua tahun oleh Pemerintah, diharapkan untuk dikaji ulang. Sebab, wacana yang disampaikan oleh Jasa Raharja tersebut, dinilai akan semakin memberatkan masyarakat pasca pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir.

Gitadi Tegas Supramudyo Pakar Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (FISIP Unair), pada Radio Suara Surabaya, Kamis (20/7/2022) pagi mengatakan, harus ada perbedaan antara memenuhi kebutuhan pajak negara dengan membangun aspek kepatuhan masyarakat. Berbagai aspek mulai kondisi masyarakat, tentunya harus jadi pertimbangan utama.

“Solusinya menurut saya, ya sosialisasi untuk membangun kepatuhan pajak lebih digencarkan lagi, karena beberapa tahun terakhir sudah mulai berkurang. Dulu sebelum era digitalisasi seperti sekarang, yang menunggak pajak selalu dikirimi surat peringatan dirumahnya untuk segera membayar pajak. Mungkin sekarang karena masing-masing (masyarakat) sudah pegang HP, pemberitahuan serupa seperti surat tadi bisa diterapkan kembali,” ujarnya.

Terkait sosialisasi, kata dia, harus dilakukan lebih terstruktur. Pemberitahuan seperti pengiriman surat yang diganti dengan pesan melalui hanpdhone, dianggap menjadi win-win solution, karena membuat pemerintah seolah hadir untuk lebih dekat dengan masyarakat.

Selain itu, kata Gitadi, jangka waktu penghapusan denda karena penunggakan dua tahun dinilai terlalu singkat dan sangat memberatkan masyarakat. Penghapusan data kendaraan tersebut juga akan membuat masyarakat mengurus dari awal. Jika memang akan dilakukan kebijakan sanksi atau denda pun, lanjut dia, harusnya diberi kurun waktu minimal tiga tahun.

“Saya menduganya kebijakan ini diterapkan karena pendapatan sektor pajak kendaraan menurun selama pandemi. Tapi kalau bisa datanya juga disampaikan ke masyarakat agar selain demi transparasi, juga masyarakat tahu kenapa ada wacana penghapusan data tadi,” kata dia.

Tentang pemberlakuan pemutihan, Gitadi menilai, jika terlalu sering dilakukan oleh pemerintah, akan kurang efektif karena membuat kesadaran masyarakat tentang ketaatan pajak justru akan berkurang, dan cenderung diremehkan.

“Dugaan lain adalah pemasukan pajak menurun karena perilaku menunggak dari masyarakat yang terbentuk akibat kebijakan pemutihan tadi,” ungkapnya.

Pakar Administrasi Unair menggambarkan jika penghapusan data tetap dilaksanakan, yang bisa terjadi yakni banyak motor bodong (tanpa data kendaraan) berkeliaran, karena banyak masyarakat yang tidak mampu atau enggan melakukan pengurusan surat-surat kendaraan mulai dari awal.

Dia juga mengungkapkan jika Samsat di masing-masing daerah sebagai pihak yang menerima pembayaran untuk pajak kendaraan, agar lebih memberikan contoh baik. Hal ini, berkaitan dengan banyaknya biro jasa tidak resmi (calo), yang menawarkan kemudahan pada masyarakat.

“Calo itu tidak akan bisa bekerja kalau tidak ada bantuan dari orang dalam (Samsat). Jangan-jangan kalau seperti ini, justru internal dari masing masing (Samsat) yang harus direformasi, bukan cuma peraturannya saja,” pungkasnya.

Sebagai informasi, PT Jasa Raharja mencatat sebanyak 40 juta kendaraan belum melakukan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Dari jumlah tersebut, diperkirakan nominal potensi penerimaan pajak yang masuk bisa lebih dari Rp 100 triliun.

Di sisi lain, terkait penghapusan data kendaraan bermotor yang bertahun-tahun tidak membayar pajak, Brigjen Pol Yusri Yunus Direktur Registrasi dan Identifikasi (Dirregident) Korlantas Polri menyebut hal itu untuk pengolahan data lebih baik.

“Ini adalah upaya supaya kita bisa memverifikasi data dengan baik. Banyak kendaraan yang sudah 10 tahun, 15 tahun, itu nggak dibayar pajak tapi masih berjalan. Ada ketentuan, lebih dari dua tahun itu sudah bisa dihapus,” kata Yusri dikutip NTMC Polri.

Peraturan pembayaran pajak kendaraan juga dimuat dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Penghapusan data regident kendaraan bisa dilakukan atas dasar UU LLAJ pasal 74 ayat 2 yang berbunyi:

a. Kendaraan Bermotor rusak berat sehingga tidak dapat dioperasikan atau
b. Pemilik Kendaraan Bermotor tidak melakukan registrasi ulang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun setelah habis masa berlaku STNK. (bil/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
32o
Kurs