Sabtu, 23 November 2024

Pakar: Regulasi Ganja untuk Kebutuhan Medis Rawan Disalahgunakan

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi Ganja. Foto: Havard Edu

Regulasi Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk melakukan riset pada tanaman ganja, yang rencananya akan digunakan sebagai keperluan medis harus diputuskan dengan hati-hati dan  lebih banyak refrensi.

Hal tersebut dikarenakan, tanaman tersebut seringkali disalah gunakan untuk kebutuhan rekreasi meskipun masuk dalam narkotika golongan I.

Dr. Slamet Pribadi Pakar Hukum sekaligus Dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta pada Radio Suara Surabaya, Senin (4/7/2022) mengatakan, sejatinya dalam pasal delapan Undang-Undang Narkotika disebutkan, bahwa tanaman dilarang untuk kepentingan kesehatan.

“Di Pasal tujuh Undang-Undang Narkotika sebenarnya tidak diperbolehkan. Tapi untuk kedaruratan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, harus disertai persetujuan Menteri Kesehatan dan BPOM” ujarnya.

Meski demikian, Slamet juga mengungkapkan kekhawatirannya jika regulasi ganja medis disetujui, justru akan disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu, untuk kebutuhan rekreasi.

Untuk itu, lanjut dia, Pemerintah dan DPR harus ekstra hati-hati dalam menyusun dan memutuskan regulasi tersebut.

“Akan sangat berbahaya kalau ada orang yang memanfaatkan untuk rekreasi dan dilakukan secara terus-terusan. Apalagi kalo penggunaan berkepanjangan,” jelasnya.

Sejauh ini, kata Slamet, dari kasus-kasus yang ditemui di lapangan terkait penyalahgunaan narkoba termasuk ganja, efeknya membuat si pengguna tidak bisa berpikir secara cepat untuk mengambil keputusan.

“Selain lemot (lambat berpikir) terkadang banyak yang suka tidak nyambung waktu diajak berkomunikasi,” ucapnya.

Dosen Hukum Ubhara Jakarta berharap, masyarakat tidak gelisah atau iri dengan negara-negara yang sudah melegalkan ganja terlebih dahulu.

Di negara-negara yang melegalkan ganja baik untuk kebutuhan medis maupun konsumsi umum, seringkali terjadi hal-hal yang tak diinginkan seperti kecelakaan lalu lintas karena pengemudi mengkonsumi ganja sambil menyetir.

“Saya optimis Pemerintah dan DPR bisa membuat regulasi yang refrensinya berlapis-lapis, karena ini juga untuk kebaikan bangsa,” ujarnya.

Sebagai informasi, beberapa waktu lalu sempat viral di media sosial seorang ibu-ibu bernama Santi Warastuti karena aksinya soal legalisasi ganja untuk anaknya yang sakit cerebral palsy (lumpuh otak) dalam gelaran Car Free Day Jakarta.

Menanggapi hal tersebut, Prof. Dr. Suharyono Apoteker dan Guru Besar Pusat Informasi Obat Fakultas Farmasi Unair pada Radio Suara Surabaya, Senin siang mengatakan, jika Ganja sebagai tanaman medis untuk penyakit tersebut, sebenarnya hanya bersifat alternativ.

“Saya tidak tahu apakah ibu-ibu itu (Santi) mendapatkan informasi dari dokter yang menangani anaknya, atau cari info di internet bahkan diberi tahu orang lain. Tapi kalau bicara alternatif sebenarnya banyak tanaman atau obat lain,” jelasnya.

Menurutnya, tanaman ganja juga tidak bisa sepenuhnya digunakan untuk semua penyakit. Suharyono menyebut, jika zat yang terkandung dalam tanaman ganja sifatnya lebih ke penenang. Di luar negeri, ganja medis kebanyakan digunakan sebagai penanganan untuk penyakit mental, depresi hingga gangguan psikiatri.

Dia juga menjelaskan, pada tahun 70an sebenarnya ganja sudah digunakan sebagai obat penenang. Namun, dengan tingginya zat yang membuat si pengguna kecanduan, akhirnya tidak lagi diproduksi dan bahkan ditetapkan sebagai Narkotika Golongan I. Ganja sendiri memliki

“Selain itu, ada banyak obat penenang lain yang diproduksi setelah masa-masa itu (tahun 70an),” tandasnya.

Sebagai informasi, ganja memiliki zat psikoaktif dan Tetrahidrokanabinol (THC), yang memungkinkan si pengguna merasakan sensasi rileks sampai berhalusinasi atau lebih sering disebut nge-fly.

Orang yang mengonsumsi ganja dalam jumlah yang banyak dan dalam frekuensi yang sering bisa mengalami kecanduan. Orang yang sudah kecanduan ganja, ketika berhenti mengonsumsinya akan mengalami sakau. Ketika mengalami sakau, ia akan menjadi orang yang mudah marah, merasa sakit, susah tidur, tidak nafsu makan, berkeringat, dan gemetaran. (bil/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs