Jumat, 22 November 2024

Pakar: Masyarakat Cenderung Konsumsi Jamu yang Tidak Jelas, Karena Faktor Harga

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi bahan-bahan jamu.

Peredaran jamu tradisional yang ditemui kandungaan kimia di dalamnya, menjadi hal yang harus diperhatikan dunia kesehatan. Pasalnya selain harga yang terjangkau, efek yang cepat seringkali jadi alasan jamu-jamu tersebut banyak dikonsumsi masyarakat.

Menanggapi hal ini, Prof. Dr. Mangestuti Agil Dosen Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya (Unair) pada Radio Suara Surabaya, Rabu (6/4/2022) mengatakan, hal ini sangat memprihatinkan mengingat usaha yang sudah dilakukan oleh BPOM, baik pusat mapun daerah untuk mengedukasi pengusaha jamu dari berbagai level.

“Edukasi terkait bagaimana produksinya dan syarat untuk kelayakannya apa saja yang harus dipenuhi, itu semua sudah dilakukan,” ujarnya

Prof. Mangestuti juga menjelaskan, terdapat dua jenis jamu, yakni jamu racik dan jamu kemasan. Untuk jamu racik tidak memerlukan izin, akan tetapi tidak diperbolehkan untuk dijual dalam kurun waktu yang lama.

“Jamu racik atau gendong itu harus diminum pada saat itu juga. Tapi, untuk jamu kemasan baru harus punya izin dan ada nomor registrasinya. Jamu asli itu gak mungkin efeknya singkat, tapi kalau jamu kemasan diminum langsung sembuh semisal jamu sakit gigi, itu pasti ada kandungan kimianya,” jelasnya.

Sementara itu untuk produk jamu yang memiliki efek vitalitas untuk pria, sampai jamu pelangsing seringkali laku keras di pasaran. Hal ini dikarenakan harga yang terjangkau dan memiliki efek yang cepat. Meski demikian, kandungan kimia yang pada produk jamu tersebut biasanya selalu memiliki efek jangka panjang yang jarang terdeteksi.

“Banyak kasus jamu pelangsing yang saya temui, memang kalau habis minum badan bisa kecil, tapi rata-rata wajah akan mengalami pembengkakan (moon face). Parahnya kalau konsumsinya melebihi dosis, kemungkinan terburuk bisa meninggal dunia,” ucapnya.

Masyarakat diimbau untuk lebih berhati-hati dalam memilih dan mengkonsumsi jamu, agar tidak terkena dampak buruknya. Prof. Mangestuti menambahkan, jamu yang aman adalah jamu yang memiliki izin peredaran dan juga diproduksi oleh pabrik yang memiliki reputasi baik.

“Kebiasaan buruk masyarakat itu memilih jamu yang tidak jelas asal-usulnya, kebanyakan karena mudah dibeli tanpa adanya resep dan harga terjangkau. ini yang harus dirubah,” tegasnya.

Sebagai informasi, hasil pengawasan yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), ditemui sebanyak 64 (0,65 persen) dari total 9.915 produk obat tradisional yang diambil sampelnya dan diuji sejak tahun 2021, dinyatakan mengandung bahan kimia obat (BKO).

Penny K Lukito Kepala BPOM pada, Rabu (6/4/2022) menyebut, meskipun jumlahnya sedikit tapi sangat berbahaya untuk masyarakat.

“Walaupun persentase obat tradisional mengandung BKO tergolong relatif kecil, namun bahaya terhadap kesehatannya sangat tinggi bagi masyarakat,” katanya. (bil/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs