Putri Ayuni S.KM., M.KKK., Dosen Departemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja FKM Unair mengatakan, penyelenggara event harus melakukan crowd safety management plan atau manajemen keselamatan di kerumunan.
“Nah ini sebenarnya tonggak pentingnya ada di penyelenggara, jadi penyelenggara lah yang harus melakukan crowd safety management plan ini. Terdapat tiga sisi yaitu identifikasi, pengendalian dan pengkomunikasian dari resiko bahaya-bahaya yang mungkin dapat terjadi pada sebuah event atau penyelenggaraan apapun,” katanya saat berbincang dalam program Wawasan Suara Surabaya, Selasa (1/11/2022).
Putri menjelaskan, terkait dengan crowd safety management plan, yang harus dilakukan pertama oleh pihak penyelenggara adalah mengidentifikasi bahaya dan resiko yang kemungkinan dapat terjadi dalam sebuah event.
“Jadi yang pertama kita identifikasi dulu, misalkan kita mau menyelenggarakan konser musik, bagaimana sih resiko yang mungkin dapat terjadi ketika kita akan menyelenggarakan konser. Misalkan seperti terjadinya kerumunan, aksi anarkis atau mungkin terjadinya kebakaran semua harus dianalisis resikonya,” jelasnya.
Kemudian dari identifikasi tersebut, lanjut Putri, pihak penyelenggara harus mengidentifikasi kembali apa saja bahaya dan risiko yang dapat dikendalikan.
“Jadi misalkan kalau terjadi kebakaran, penyelenggara bisa menyiapkan fire truck. Kemudian dari aksi anarkis mungkin dapat dikendalikan oleh pihak kepolisian atau petugas keamanan. Semua detail tersebut harus disiapkan oleh pihak penyelenggara,” ujar Putri.
Setelah mengidentifikasi bahaya dan resiko yang dapat terjadi pada event, dia menyebut penting untuk mengomunikasikan hal tersebut dengan seluruh tim penyelenggara event.
“Nah kemudian setelah itu kita juga harus komunikasikan ke tim internal kita sendiri, tim penyelenggara event, ini yang sering kali lupa. Misalkan kita sudah mengidentifikasi, kalau kemungkinan terjadi kebakaran, ini artisnya di bawa kemana, pengunjungnya di bawa kemana, penyelenggaranya sendiri kadang tidak mengerti,” tuturnya.
Selain itu, sebelum event dimulai, pihak penyelenggara juga harus mengomunikasikan kepada penonton yang hadir terkait dengan keselamatan di tempat kegiatan tersebut.
“Sebelum anda memulai kegiatan, penyelenggara itu harus mengomunikasikan ke penontonnya atau seluruh yang hadir terkait pintu keluar, tangga, hingga toilet letaknya dimana. Kemudian kalau ada kebakaran evakuasinya kemana itu semua harus dikomunikasikan,” papar Putri.
Putri menambahkan, setiap individu yang akan mengikuti atau menonton sebuah event juga harus mengenali kemampuan diri sendiri terlebih dahulu.
“Kita harus kenal diri kita sendiri, apakah kita seseorang yang punya penyakit asma, kemudian ada juga orang-orang yang takut dengan kegelapan itu akan jauh lebih berisiko ketika di kerumunan. Kita juga bisa belajar dari kejadian Itaewon kemaren, kalau kita baca-baca katanya orang yang memiliki postur tubuh yang pendek lebih susah mencari nafas,” jelasnya.
Dia menuturkan untuk mengenali tanda-tanda akan terjadinya kerumunan di sebuah event, masyarakat dapat melihat dari segi kesiapan penyelenggara, kapasitas penonton hingga kelegaan saat menonton.
“Kalau dari event mungkin kita bisa lihat dari kapasitas yang dijual sesuai dengan kapasitas tempat yang digunakan, jangan sampai tiket yang terjual melebihi kapasitas yang ada seperti pada tragedi Kanjuruhan. Kapasitas orang duduk lega atau tidak, berdiri lega atau berdiri berdempet-dempetan. Kita harus tau bahwa ada kelegaan saat menonton, kalau dilihat di kejadian Itaewon kemarin sangat mepet-mepet dan tidak ada jalur nafas,” pungkas Putri.(gat/rst)